PENGADILAN HIBRIDA (HYBRID COURT) SEBAGAI ALTERNATIF PENANGANAN KEJAHATAN INTERNASIONAL
Abstrak Sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional menyaksikan meningkatnya upaya serius untuk menanggulangi kejahatan internasional. Selain pengadilan pidana nasional dan mahkamah internasional murni, forum yang baru-baru ini digunakan untuk menangani kejahatan internasional adalah penga...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Kristen Satya Wacana
2016-10-01
|
Series: | Refleksi Hukum |
Subjects: | |
Online Access: | http://ejournal.uksw.edu/refleksihukum/article/view/536 |
Summary: | Abstrak
Sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional menyaksikan meningkatnya upaya serius untuk menanggulangi kejahatan internasional. Selain pengadilan pidana nasional dan mahkamah internasional murni, forum yang baru-baru ini digunakan untuk menangani kejahatan internasional adalah pengadilan hibrida yang telah dibentuk di beberapa negara seperti Kamboja, Sierra Leone dan Timor-Leste. Pengadilan hibrida tersebut dibentuk dengan latar belakang politik berbeda-beda, tetapi sebagai institusi yuridis, pembentukannya seyogianya didasarkan pada instrumen yuridis. Artikel ini mengidentifikasi ada tiga pola dalam pembentukan pengadilan hibrida, yaitu: pembentukan pengadilan hibrida atas dasar perjanjian antara PBB dan negara terkait, pembentukan pengadilan hibrida oleh PBB atau pemerintahan internasional dan pembentukan pengadilan hibrida oleh suatu negara yang kemudian memperoleh dukungan masyarakat internasional.
Abstract
Since the end of World War II, the international community witnessed the increasingly serious efforts to deal with the international crimes. Besides the domestic criminal courts and purely international tribunals, the forum that is also recently used to handle international crimes is the hybrid courts that have been established in several places such as in Cambodia, Sierra Leone and Timor-Leste. Hybrid courts are established from different political backgrounds, but as a legal institution, its establishment was necessarily based on legal instruments. This paper identifies that there are three patterns in the formation of hybrid court, which are: the establishment of a hybrid court based on an agreement between the UN and the relevant state, the establishment of a hybrid court by the UN or international administration and the establishment of a hybrid court by a country which later gains greater international support. |
---|---|
ISSN: | 2541-4984 2541-5417 |