ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
Abstract The purpose of this study is to discuss customary law in the Mirah and Golan areas precisely in Ponorogo district which has its own uniqueness, namely the existence of a marriage ban between the two regions. This ban by some people has become polemic as the times have begun to fade to reco...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Law Faculty Doctor of Law Study Program Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
2020-07-01
|
Series: | DiH |
Subjects: | |
Online Access: | http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/3605 |
Summary: | Abstract
The purpose of this study is to discuss customary law in the Mirah and Golan areas precisely in Ponorogo district which has its own uniqueness, namely the existence of a marriage ban between the two regions. This ban by some people has become polemic as the times have begun to fade to recognize the existence of customary law. However, this customary rule is still recognized by both the Mirah and Golan communities. Therefore, legal analysis is needed, which is to compare traditional law with existing national law so that there is no gap between customary law and national law. This study has many differences with previous studies related to the prohibition of marriage. The prohibition of customary marriages in this study involved both the Mirah and Golan areas which became customary law that is believed up to now by indigenous peoples. This study uses empirical legal research that is studying and examining social phenomena in society related to marriage and then analyzed juridically. In the discussion it was stated that the customary law regarding the prohibition of marriage of the Mirah and Golan communities is a traditional tradition that has been traditionally implemented by the two regions to date. The development of an increasingly modern era becomes a polemic in addressing these problems. The data that was examined empirically was believed by the community as customary law, namely the Mirah and Golan communities were prohibited from conducting marriages. If this is violated, it will lead to negative sanctions in the form of mystical events that cannot be accepted by reason. The prohibition of marriage between the people in the two regions of Mirah and Golan has indeed taken place since their ancestors in the form of the words of Ki Hanggolono, which has become customary law adopted until now. The relevance of positive law to customary law is very close and complementary to each other, so that the legal position has the same recognition in indigenous communities as long as there is no legal gap.
Keywords: custom; law; marriage
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang hukum adat di wilayah Mirah dan Golan tepatnya di kabupaten Ponorogo yang memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya larangan perkawinan antara kedua wilayah tersebut. Larangan ini oleh sebagian masyarakat menjadi polemik seiring perkembangan jaman yang sudah mulai pudar untuk mengakui keberadaan hukum adat. Akan tetapi, aturan adat ini tetap diakui oleh kedua masyarakat Mirah dan Golan. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis hukum yaitu membandingkan antara hukum adat dengan hukum nasional yang telah ada sehingga hukum adat dan hukum nasional tidak ada kesenjangan. Penelitian ini banyak memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu terkait larangan perkawinan. Larangan perkawinan adat dalam penelitian ini melibatkan kedua wilayah Mirah dan Golan yang menjadi hukum adat yang diyakini sampai sekarang oleh masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yaitu mengkaji dan meneliti gejala sosial di dalam masyarakat terkait dengan perkawinan kemudian dianalisa secara yuridis. Pada pembahasan dikemukakan bahwa hukum adat tentang larangan perkawinan masyarakat Mirah dan Golan merupakan tradisi adat yang secara turun temurun dilaksanakan oleh kedua wilayah tersebut sampai saat ini. Perkembangan jaman yang semakin modern menjadi polemik dalam menyikapi permasalahan tersebut. Data yang dikaji secara empiris diyakini oleh masyarakat sebagai hukum adat yaitu masyarakat Mirah dan Golan dilarang melangsungkan perkawinan. Jika hal ini dilanggar, maka akan menimbulkan sanksi yang negatif berupa kejadian mistis yang tidak dapat diterima oleh akal. Larangan perkawinan antara masyarakat di kedua wilayah Mirah dan Golan memang sudah terjadi sejak nenek moyang mereka yang berupa Sabda Ki Hanggolono yang telah menjadi hukum adat yang diaptuhi hingga sekarang. Relevansi hukum positif dengan hukum adat sangat erat dan saling melengkapi satu sama lain, sehingga kedudukan hukum memiliki pengakuan yang sama di dalam masyarakat adat selama tidak terjadi kesenjangan hukum.
Kata kunci: adat; hukum; perkawinan |
---|---|
ISSN: | 0216-6534 2654-525X |