Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'

Konsep Nubuwwah di kalangan filosof muslim masih menjadi perdebatan. yakni terbelah menjadi dua pemikiran. Di antara filosof yang menerima konsep kenabian adalah Ibnu Miskawaih, al-Farabi, al-Ghazali, dan Ibn Sina. Sementara filosof yang menolak konsep Nubuwah antara lain Aḥmad ibn Iṣḥāq al-Ruwāndī...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Abdul Azis
Format: Article
Language:Arabic
Published: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 2018-06-01
Series:Analisis
Subjects:
Online Access:http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/3301
id doaj-fb96d0255b0a4d98ba93d0b9bff55e7a
record_format Article
spelling doaj-fb96d0255b0a4d98ba93d0b9bff55e7a2020-11-25T01:18:07ZaraUniversitas Islam Negeri Raden Intan LampungAnalisis2088-90462502-39692018-06-01181213810.24042/ajsk.v18i1.33012185Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'Abdul Azis0Universitas Islam Negeri Raden Intan LampungKonsep Nubuwwah di kalangan filosof muslim masih menjadi perdebatan. yakni terbelah menjadi dua pemikiran. Di antara filosof yang menerima konsep kenabian adalah Ibnu Miskawaih, al-Farabi, al-Ghazali, dan Ibn Sina. Sementara filosof yang menolak konsep Nubuwah antara lain Aḥmad ibn Iṣḥāq al-Ruwāndī dan Abū Bakr Muḥammad ibn Zakariya al-Rāzī. Artikel ini bertujuan mengkaji tentang konsep Nubuwwah Al-Farabi sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Ārā Ahl al-Madīnah al-Fāḍilah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pandangan al-Farabi tentang kenabian dijelaskannya dengan teori kenabian (al-Naẓariiat al-Nubuwwah). Teori ini menyatakan bahwa kenabian berhubungan dengan “Aql Fa’āl meskipun jarang terjadi, khususnya orang-orang besar. Akan tetapi hal itu dapat tercapai melalui dua jalan: (1) melalui jalur akal maupun imajinasi, atau (2) melalui jalan kontemplasi (al-Ta’ammul) dan ilmah (inspirasi). Dengan cara pandang yang kritis (al-naẓar) dan kontemplasi, seorang manusia dapat sampai pada derajat “Akal Sepuluh”. Sementara melalui studi dan penelitian jiwanya mampu sampai kepada “’Aql Mustafād” yang dapat menerima cahaya Ilahi (taqbal al-anwār al-Ilāhiyyah). Ketika dapat menerima cahaya Ilahi inilah jiwa telah sampai kepada derajat kenabian, yaitu derajat paling sempurna yang dicapai oleh kekuatan imajinasi. Dan kesempurnaan derajat ini dapat ditempuh oleh manusia melalui kekuatan imajinasi ini (al-quwwah al-mutakhayyilah).http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/3301ibn arabi, falsafah, nubuwwah
collection DOAJ
language Arabic
format Article
sources DOAJ
author Abdul Azis
spellingShingle Abdul Azis
Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
Analisis
ibn arabi, falsafah, nubuwwah
author_facet Abdul Azis
author_sort Abdul Azis
title Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
title_short Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
title_full Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
title_fullStr Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
title_full_unstemmed Falsafah Nubuwwah Abū Nasir Muhammad Bin Al-Farakh Al-Fārābi'
title_sort falsafah nubuwwah abū nasir muhammad bin al-farakh al-fārābi'
publisher Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
series Analisis
issn 2088-9046
2502-3969
publishDate 2018-06-01
description Konsep Nubuwwah di kalangan filosof muslim masih menjadi perdebatan. yakni terbelah menjadi dua pemikiran. Di antara filosof yang menerima konsep kenabian adalah Ibnu Miskawaih, al-Farabi, al-Ghazali, dan Ibn Sina. Sementara filosof yang menolak konsep Nubuwah antara lain Aḥmad ibn Iṣḥāq al-Ruwāndī dan Abū Bakr Muḥammad ibn Zakariya al-Rāzī. Artikel ini bertujuan mengkaji tentang konsep Nubuwwah Al-Farabi sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Ārā Ahl al-Madīnah al-Fāḍilah. Hasil kajian menunjukkan bahwa pandangan al-Farabi tentang kenabian dijelaskannya dengan teori kenabian (al-Naẓariiat al-Nubuwwah). Teori ini menyatakan bahwa kenabian berhubungan dengan “Aql Fa’āl meskipun jarang terjadi, khususnya orang-orang besar. Akan tetapi hal itu dapat tercapai melalui dua jalan: (1) melalui jalur akal maupun imajinasi, atau (2) melalui jalan kontemplasi (al-Ta’ammul) dan ilmah (inspirasi). Dengan cara pandang yang kritis (al-naẓar) dan kontemplasi, seorang manusia dapat sampai pada derajat “Akal Sepuluh”. Sementara melalui studi dan penelitian jiwanya mampu sampai kepada “’Aql Mustafād” yang dapat menerima cahaya Ilahi (taqbal al-anwār al-Ilāhiyyah). Ketika dapat menerima cahaya Ilahi inilah jiwa telah sampai kepada derajat kenabian, yaitu derajat paling sempurna yang dicapai oleh kekuatan imajinasi. Dan kesempurnaan derajat ini dapat ditempuh oleh manusia melalui kekuatan imajinasi ini (al-quwwah al-mutakhayyilah).
topic ibn arabi, falsafah, nubuwwah
url http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/analisis/article/view/3301
work_keys_str_mv AT abdulazis falsafahnubuwwahabunasirmuhammadbinalfarakhalfarabi
_version_ 1725143532850642944