Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri
Di lingkungan masyarakat Jawa masih terdapat otoritas tradisional yang membawa kewibawaan dan mempunyai status sosial tinggi di mata rakyat, otoritas tradisional tersebut adalah golongan priayi. Golongan priayi mempunyai gaya hidup yang spesifik jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya....
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Balai Bahasa Jawa Timur
2015-06-01
|
Series: | Atavisme |
Subjects: | |
Online Access: | http://atavisme.kemdikbud.go.id/index.php/atavisme/article/view/30 |
id |
doaj-f5e5a750bb7e4a3caa4031380fdfdc1d |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-f5e5a750bb7e4a3caa4031380fdfdc1d2020-11-25T01:48:46ZengBalai Bahasa Jawa TimurAtavisme1410-900X2503-52152015-06-01181314410.24257/atavisme.v18i1.30.31-4427Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro SantriPurwantini Purwantini0Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya - Universitas Airlangga Jalan Dharmawangsan Dalam, Surabaya 60286, (031) 5035676, 5035807Di lingkungan masyarakat Jawa masih terdapat otoritas tradisional yang membawa kewibawaan dan mempunyai status sosial tinggi di mata rakyat, otoritas tradisional tersebut adalah golongan priayi. Golongan priayi mempunyai gaya hidup yang spesifik jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Ciri‐ciri gaya hidup golongan priayi antara lain berupa adat istiadat yang baik, perilaku sopan santun, dan selalu berbicara dengan bahasa yang halus. Secara fisik dapat dilihat dari bentuk rumah kediaman, pakaian kebesaran, gelar kekuasaan, ritualisasi, serta simbol‐simbol yang melekat padanya. Jadi, golongan priayi adalah kaum bangsawan termasuk para bupati, pegawai pemerintah kolonial, serta keturunan raja-raja di pulau Jawa. Namun, kaum priayi dalam novel Gadis Pantai adalah seorang bangsawan yang berperilaku kasar, biadab, serta berbuat kekejaman terhadap wanita yang pernah dipeliharanya. Akhirnya, otoritas tradisional ini berubah menjadi carut marut tanpa terkendali karena kebiasaan memperlakukan para gundiknya secara tidak manusiawi bahkan agama digunakan sebagai kedok untuk melecehkan kaum santri. Abstract: Javanese society recognizes a traditional authority that shows esteem and possesses high social status in the eyes of the society. This traditional authority is called “priayi”. The life style of this priayi compare to the other group of society’s life style is specific. The natures of their life style among others are politeness, good conduct, and the use of fine language for communication. This group of society can be identified from their physical existence such as their houses, outfits, titles, rituals, and symbols attached to them. The priayi society group is the group of noblemen including the city council, employees working for colonial government, kings and their ancestors in Java. Nevertheless, priayi in the novel Gadis Pantai is unlike the typical priayi member. In this novel, the priayi is the group of people with harsh conduct, bad manner, disrespect, and cruelty to their concubines. At the end, this traditional authority went out of control and turned into disarray due to their inhumane treatment toward their concubines. To some extent, they even exploited religion as a tool to misjudge the group santri ‘strict adherent of Islam’. Key Words: priayi; santri; concubineshttp://atavisme.kemdikbud.go.id/index.php/atavisme/article/view/30priayisantripara gundik |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Purwantini Purwantini |
spellingShingle |
Purwantini Purwantini Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri Atavisme priayi santri para gundik |
author_facet |
Purwantini Purwantini |
author_sort |
Purwantini Purwantini |
title |
Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri |
title_short |
Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri |
title_full |
Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri |
title_fullStr |
Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri |
title_full_unstemmed |
Representasi Perilaku Priayi Dalam Novel Gadis Pantai: Kisah Seorang Gundik Bendoro Santri |
title_sort |
representasi perilaku priayi dalam novel gadis pantai: kisah seorang gundik bendoro santri |
publisher |
Balai Bahasa Jawa Timur |
series |
Atavisme |
issn |
1410-900X 2503-5215 |
publishDate |
2015-06-01 |
description |
Di lingkungan masyarakat Jawa masih terdapat otoritas tradisional yang membawa kewibawaan dan mempunyai status sosial tinggi di mata rakyat, otoritas tradisional tersebut adalah golongan priayi. Golongan priayi mempunyai gaya hidup yang spesifik jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Ciri‐ciri gaya hidup golongan priayi antara lain berupa adat istiadat yang baik, perilaku sopan santun, dan selalu berbicara dengan bahasa yang halus. Secara fisik dapat dilihat dari bentuk rumah kediaman, pakaian kebesaran, gelar kekuasaan, ritualisasi, serta simbol‐simbol yang melekat padanya. Jadi, golongan priayi adalah kaum bangsawan termasuk para bupati, pegawai pemerintah kolonial, serta keturunan raja-raja di pulau Jawa. Namun, kaum priayi dalam novel Gadis Pantai adalah seorang bangsawan yang berperilaku kasar, biadab, serta berbuat kekejaman terhadap wanita yang pernah dipeliharanya. Akhirnya, otoritas tradisional ini berubah menjadi carut marut tanpa terkendali karena kebiasaan memperlakukan para gundiknya secara tidak manusiawi bahkan agama digunakan sebagai kedok untuk melecehkan kaum santri.
Abstract:
Javanese society recognizes a traditional authority that shows esteem and possesses high social status in the eyes of the society. This traditional authority is called “priayi”. The life style of this priayi compare to the other group of society’s life style is specific. The natures of their life style among others are politeness, good conduct, and the use of fine language for communication. This group of society can be identified from their physical existence such as their houses, outfits, titles, rituals, and symbols attached to them. The priayi society group is the group of noblemen including the city council, employees working for colonial government, kings and their ancestors in Java. Nevertheless, priayi in the novel Gadis Pantai is unlike the typical priayi member. In this novel, the priayi is the group of people with harsh conduct, bad manner, disrespect, and cruelty to their concubines. At the end, this traditional authority went out of control and turned into disarray due to their inhumane treatment toward their concubines. To some extent, they even exploited religion as a tool to misjudge the group santri ‘strict adherent of Islam’.
Key Words: priayi; santri; concubines |
topic |
priayi santri para gundik |
url |
http://atavisme.kemdikbud.go.id/index.php/atavisme/article/view/30 |
work_keys_str_mv |
AT purwantinipurwantini representasiperilakupriayidalamnovelgadispantaikisahseoranggundikbendorosantri |
_version_ |
1725010143503974400 |