RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE
This article aims to analyze the reasons behind the increasing number of expressing the religiosity on social media by the millennials, especially by discussing the preconditions those religious expressions. This study uses a qualitative approach with literature-based and netnographic study methods....
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
2021-04-01
|
Series: | Jurnal Sosiologi Reflektif |
Subjects: | |
Online Access: | http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/2042 |
id |
doaj-ec95493b8ae042e782d46984c0bc4d73 |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-ec95493b8ae042e782d46984c0bc4d732021-07-14T06:02:03ZengUniversitas Islam Negeri Sunan KalijagaJurnal Sosiologi Reflektif1978-03622528-41772021-04-0115229831710.14421/jsr.v15i2.20421571RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINEHanry Harlen Tapotubun0Hilda Rahmah1Institut Agama Kristen Negeri AmbonUniversitas SemarangThis article aims to analyze the reasons behind the increasing number of expressing the religiosity on social media by the millennials, especially by discussing the preconditions those religious expressions. This study uses a qualitative approach with literature-based and netnographic study methods. It is also supported by interviews and observations on social media related to the activities of millennials in expressing their religiosity on Instagram, Facebook and WhatsApp. The results showed that the massive expression of religiosity on social media by the millennial could be considered as a "resistance" against the dominant discourse, both in virtual and in the religious spaces. These dominant discourses, such as: 1) religion is a private matter, and 2) the existence of a virtual world can only be achieved by displaying an established image, academic achievement, hedonic behavior, good looking appearance and creativity. By using the idea of mimicry by Bhabha, that massive activity of expressing religiosity in the virtual space emphasizes a counter-discourse that millennials have created. This is done in a “similar” way from common social media users, in response to the dominant discourse which tends to place their religious expression and their existence on social media as two separates aspects. Mimicry shows that anyone can show their religiosity in the same ways as the common users or celebrity on Instagram, but with a different idea and interests. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis alasan dibalik maraknya aktivitas mengekspresikan religiusitas di media sosial oleh generasi milenial, dengan membahas bagaimana prakondisi yang melandasi aktivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan dan netnografi, dibantu teknik wawancara dan observasi partisipan di media sosial untuk mengamati aktivitas para millenial dalam mengekspresikan religiusitasnya di platform Instagram, Facebook dan WhatsApp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masifnya ekspresi religiusitas di media sosial oleh generasi milenial merupakan sebuah praktik “pelawanan” terhadap wacana dominan, baik dalam ruang virtual maupun dalam ruang agama. Wacana dominan ini antara lain: 1) agama adalah urusan privat, dan 2) eksistensi dunia virtual hanya dapat dicapai dengan cara memamerkan citra kemapanan, pencapaian akademik, perilaku hedon, good looking dan kreatif. Menggunakan gagasan Mimikri Bhabha, ekspresi religiusitas yang masif di ruang virtual menegaskan adanya sebuah upaya counter wacana yang ingin dibangun oleh para milenial. Hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak jauh berbeda dengan para pengguna sosial media lainya dalam menampilkan citra good looking, pencapaian akademik dan perilaku hedon sebagai bentuk eksistensi, demi merespon wacana dominan yang cenderung menempatkan ekspresi beragama dan eksistensi di media sosial sebagai dua hal terpisah. Mimikri menunjukkan bahwa siapapun bisa menunjukkan ekspresi religiusitasnya dengan cara-cara yang sama seperti yang dilakukan oleh artis atau selebgram di Instagram, namun dengan dasar dan kepentingan yang berbeda.http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/2042virtual space, religious expression, millennial, and resistance |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Hanry Harlen Tapotubun Hilda Rahmah |
spellingShingle |
Hanry Harlen Tapotubun Hilda Rahmah RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE Jurnal Sosiologi Reflektif virtual space, religious expression, millennial, and resistance |
author_facet |
Hanry Harlen Tapotubun Hilda Rahmah |
author_sort |
Hanry Harlen Tapotubun |
title |
RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE |
title_short |
RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE |
title_full |
RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE |
title_fullStr |
RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE |
title_full_unstemmed |
RELIGIUSITAS DIGITAL DAN DIMENSI PERLAWANAN MILENIAL DALAM RUANG ONLINE |
title_sort |
religiusitas digital dan dimensi perlawanan milenial dalam ruang online |
publisher |
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga |
series |
Jurnal Sosiologi Reflektif |
issn |
1978-0362 2528-4177 |
publishDate |
2021-04-01 |
description |
This article aims to analyze the reasons behind the increasing number of expressing the religiosity on social media by the millennials, especially by discussing the preconditions those religious expressions. This study uses a qualitative approach with literature-based and netnographic study methods. It is also supported by interviews and observations on social media related to the activities of millennials in expressing their religiosity on Instagram, Facebook and WhatsApp. The results showed that the massive expression of religiosity on social media by the millennial could be considered as a "resistance" against the dominant discourse, both in virtual and in the religious spaces. These dominant discourses, such as: 1) religion is a private matter, and 2) the existence of a virtual world can only be achieved by displaying an established image, academic achievement, hedonic behavior, good looking appearance and creativity. By using the idea of mimicry by Bhabha, that massive activity of expressing religiosity in the virtual space emphasizes a counter-discourse that millennials have created. This is done in a “similar” way from common social media users, in response to the dominant discourse which tends to place their religious expression and their existence on social media as two separates aspects. Mimicry shows that anyone can show their religiosity in the same ways as the common users or celebrity on Instagram, but with a different idea and interests.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis alasan dibalik maraknya aktivitas mengekspresikan religiusitas di media sosial oleh generasi milenial, dengan membahas bagaimana prakondisi yang melandasi aktivitas tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kepustakaan dan netnografi, dibantu teknik wawancara dan observasi partisipan di media sosial untuk mengamati aktivitas para millenial dalam mengekspresikan religiusitasnya di platform Instagram, Facebook dan WhatsApp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masifnya ekspresi religiusitas di media sosial oleh generasi milenial merupakan sebuah praktik “pelawanan” terhadap wacana dominan, baik dalam ruang virtual maupun dalam ruang agama. Wacana dominan ini antara lain: 1) agama adalah urusan privat, dan 2) eksistensi dunia virtual hanya dapat dicapai dengan cara memamerkan citra kemapanan, pencapaian akademik, perilaku hedon, good looking dan kreatif. Menggunakan gagasan Mimikri Bhabha, ekspresi religiusitas yang masif di ruang virtual menegaskan adanya sebuah upaya counter wacana yang ingin dibangun oleh para milenial. Hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang tidak jauh berbeda dengan para pengguna sosial media lainya dalam menampilkan citra good looking, pencapaian akademik dan perilaku hedon sebagai bentuk eksistensi, demi merespon wacana dominan yang cenderung menempatkan ekspresi beragama dan eksistensi di media sosial sebagai dua hal terpisah. Mimikri menunjukkan bahwa siapapun bisa menunjukkan ekspresi religiusitasnya dengan cara-cara yang sama seperti yang dilakukan oleh artis atau selebgram di Instagram, namun dengan dasar dan kepentingan yang berbeda. |
topic |
virtual space, religious expression, millennial, and resistance |
url |
http://ejournal.uin-suka.ac.id/isoshum/sosiologireflektif/article/view/2042 |
work_keys_str_mv |
AT hanryharlentapotubun religiusitasdigitaldandimensiperlawananmilenialdalamruangonline AT hildarahmah religiusitasdigitaldandimensiperlawananmilenialdalamruangonline |
_version_ |
1721304221404364800 |