Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat
Abstract: Acts of torture are still rife in Indonesia. Protection of the victim to be one of the thorny issues in the act of torture. Since the reform era, there are certain rules and institutions that affect the regime of protection of victims in Indonesia, but not enough to provide protection for...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2016-12-01
|
Series: | Jurnal Cita Hukum |
Subjects: | |
Online Access: | http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3688 |
id |
doaj-eba8b15fc22a41f0b4230c4b72eb5632 |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-eba8b15fc22a41f0b4230c4b72eb56322020-11-25T02:43:09ZengUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaJurnal Cita Hukum2356-14402502-230X2016-12-014210.15408/jch.v4i2.36882953Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera BaratRefki Saputra0Syafridatati .Bung Hatta UniversityAbstract: Acts of torture are still rife in Indonesia. Protection of the victim to be one of the thorny issues in the act of torture. Since the reform era, there are certain rules and institutions that affect the regime of protection of victims in Indonesia, but not enough to provide protection for victims of torture. In addition to the lack of legal instruments that specifically regulates matters of acts of torture, the perception of inequality among law enforcers is also a major obstacle to the healing process rights of victims of torture. Absence of regulations explicitly declare torture as a crime and violation of human rights can not be postponed again. Because the torture emerged from an authority given by the state as a law enforcer, but lack of control. The victims are in a very vulnerable side for dealing with the state as an actor and also law enforcement. LPSK as an independent state institution has a great opportunity to overcome the imbalances which in essence gives a more real justice for victims. Abstrak: Tindakan penyiksaan masih marak terjadi di Indonesia. Perlindungan terhadap korban menjadi salah satu permasalahan yang pelik dalam tindakan penyiksaan tersebut. Semenjak era reformasi, muncul beberapa peraturan dan juga institusi yang berpengaruh terhadap rezim perlindungan korban di Indonesia, namun belum cukup mampu memberikan perlindungan yang layak bagi korban penyiksaan. Selain karena ketiadaan instrumen hukum yang mengatur secara khusus ikhwal tindakan penyiksaan tersebut, ketidaksamaan persepsi diantara penegak hukum juga menjadi kendala yang besar bagi proses pemulihan hak korban penyiksaan. Adanya peraturan yang secara eksplisit menyatakan penyiksaan sebagai tindak pidana dan juga pelanggaran HAM tidak bisa ditunda lagi. Pasalnya, penyiksaan muncul dari sebuah kewenangan yang diberikan negara, namun minim kontrol. Selain itu korban berada pada sisi yang sangat rentan karena berhadapan dengan negara sebagai pelaku dan juga penegak hukumnya. LPSK sebagai lembaga negara independen berpeluang besar mengatasi ketimpangan tersebut yang pada intinya memberikan keadilan yang lebih nyata bagi korban. DOI: 10.15408/jch.v4i2.3688http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3688victim recovery, torture, restitution, compensation |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Refki Saputra Syafridatati . |
spellingShingle |
Refki Saputra Syafridatati . Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat Jurnal Cita Hukum victim recovery, torture, restitution, compensation |
author_facet |
Refki Saputra Syafridatati . |
author_sort |
Refki Saputra |
title |
Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat |
title_short |
Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat |
title_full |
Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat |
title_fullStr |
Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat |
title_full_unstemmed |
Pemulihan Hak-Hak Korban Penyiksaan di Tahanan Kepolisian Sektor Sijunjung, Sumatera Barat |
title_sort |
pemulihan hak-hak korban penyiksaan di tahanan kepolisian sektor sijunjung, sumatera barat |
publisher |
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta |
series |
Jurnal Cita Hukum |
issn |
2356-1440 2502-230X |
publishDate |
2016-12-01 |
description |
Abstract: Acts of torture are still rife in Indonesia. Protection of the victim to be one of the thorny issues in the act of torture. Since the reform era, there are certain rules and institutions that affect the regime of protection of victims in Indonesia, but not enough to provide protection for victims of torture. In addition to the lack of legal instruments that specifically regulates matters of acts of torture, the perception of inequality among law enforcers is also a major obstacle to the healing process rights of victims of torture. Absence of regulations explicitly declare torture as a crime and violation of human rights can not be postponed again. Because the torture emerged from an authority given by the state as a law enforcer, but lack of control. The victims are in a very vulnerable side for dealing with the state as an actor and also law enforcement. LPSK as an independent state institution has a great opportunity to overcome the imbalances which in essence gives a more real justice for victims.
Abstrak: Tindakan penyiksaan masih marak terjadi di Indonesia. Perlindungan terhadap korban menjadi salah satu permasalahan yang pelik dalam tindakan penyiksaan tersebut. Semenjak era reformasi, muncul beberapa peraturan dan juga institusi yang berpengaruh terhadap rezim perlindungan korban di Indonesia, namun belum cukup mampu memberikan perlindungan yang layak bagi korban penyiksaan. Selain karena ketiadaan instrumen hukum yang mengatur secara khusus ikhwal tindakan penyiksaan tersebut, ketidaksamaan persepsi diantara penegak hukum juga menjadi kendala yang besar bagi proses pemulihan hak korban penyiksaan. Adanya peraturan yang secara eksplisit menyatakan penyiksaan sebagai tindak pidana dan juga pelanggaran HAM tidak bisa ditunda lagi. Pasalnya, penyiksaan muncul dari sebuah kewenangan yang diberikan negara, namun minim kontrol. Selain itu korban berada pada sisi yang sangat rentan karena berhadapan dengan negara sebagai pelaku dan juga penegak hukumnya. LPSK sebagai lembaga negara independen berpeluang besar mengatasi ketimpangan tersebut yang pada intinya memberikan keadilan yang lebih nyata bagi korban.
DOI: 10.15408/jch.v4i2.3688 |
topic |
victim recovery, torture, restitution, compensation |
url |
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3688 |
work_keys_str_mv |
AT refkisaputra pemulihanhakhakkorbanpenyiksaanditahanankepolisiansektorsijunjungsumaterabarat AT syafridatati pemulihanhakhakkorbanpenyiksaanditahanankepolisiansektorsijunjungsumaterabarat |
_version_ |
1724771139531571200 |