EDITORIAL
Di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 pada 17 Agustus 2015 lalu, sekelompok orang mendeklarasikan berdirinya sebuah partai baru bernama “Partai Priboemi”. Dengan dukungan sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI, partai tersebut secara resmi mendaftarkan dirinya sebagai lembaga berb...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Gadjah Mada
2017-02-01
|
Series: | Humaniora |
Online Access: | https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/22442 |
id |
doaj-eb48953f98394335856bffdf22d3537d |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-eb48953f98394335856bffdf22d3537d2020-11-25T00:45:16ZengUniversitas Gadjah MadaHumaniora0852-08012302-92692017-02-0127213914010.22146/jh.v27i2.2244215346EDITORIALAbdul Wahid0Universitas Gadjah MadaDi tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 pada 17 Agustus 2015 lalu, sekelompok orang mendeklarasikan berdirinya sebuah partai baru bernama “Partai Priboemi”. Dengan dukungan sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI, partai tersebut secara resmi mendaftarkan dirinya sebagai lembaga berbadan hukum dengan mengusung slogan “religius, nasionalis, berbudaya”. Visi besar mereka adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat pribumi yang dewasa ini—menurut mereka—semakin terancam oleh ekspansi kekuatan asing beserta agen-agen domestiknya. Belum terbukti bagaimana penerimaan masyarakat atas kelahiran partai baru tersebut karena kita harus menunggu setidaknya hingga pemilihan umum 2019 nanti. Namun, respons sementara sudah dapat disaksikan dari komentar netizens di berbagai media sosial, yang umumnya menunjukkan pandangan negatif, bahkan penolakan karena menganggap aspirasi politik tersebut hanyalah sensasi politik yang bernuansa “rasis” dan “ultranasionalis”. Terlepas dari pro-kontra yang ada, kehadiran partai baru tersebut cukup menggelitik kita untuk mempertanyakan kesahihan isu tentang masyarakat pribumi tersebut. Benarkah setelah 70 tahun merdeka, Indonesia masih memiliki persoalan dalam memberikan perlindungan masyarakat pribumi? Lalu, siapakah atau kelompok masyarakat manakah yang bisa disebut sebagai “pribumi” itu, dan seberapa memadai pengetahuan dan hasil riset yang ada tentang isu-isu tersebut?https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/22442 |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Abdul Wahid |
spellingShingle |
Abdul Wahid EDITORIAL Humaniora |
author_facet |
Abdul Wahid |
author_sort |
Abdul Wahid |
title |
EDITORIAL |
title_short |
EDITORIAL |
title_full |
EDITORIAL |
title_fullStr |
EDITORIAL |
title_full_unstemmed |
EDITORIAL |
title_sort |
editorial |
publisher |
Universitas Gadjah Mada |
series |
Humaniora |
issn |
0852-0801 2302-9269 |
publishDate |
2017-02-01 |
description |
Di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70 pada 17 Agustus 2015 lalu, sekelompok orang mendeklarasikan berdirinya sebuah partai baru bernama “Partai Priboemi”. Dengan dukungan sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI, partai tersebut secara resmi mendaftarkan dirinya sebagai lembaga berbadan hukum dengan mengusung slogan “religius, nasionalis, berbudaya”. Visi besar mereka adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat pribumi yang dewasa ini—menurut mereka—semakin terancam oleh ekspansi kekuatan asing beserta agen-agen domestiknya. Belum terbukti bagaimana penerimaan masyarakat atas kelahiran partai baru tersebut karena kita harus menunggu setidaknya hingga pemilihan umum 2019 nanti. Namun, respons sementara sudah dapat disaksikan dari komentar netizens di berbagai media sosial, yang umumnya menunjukkan pandangan negatif, bahkan penolakan karena menganggap aspirasi politik tersebut hanyalah sensasi politik yang bernuansa “rasis” dan “ultranasionalis”. Terlepas dari pro-kontra yang ada, kehadiran partai baru tersebut cukup menggelitik kita untuk mempertanyakan kesahihan isu tentang masyarakat pribumi tersebut. Benarkah setelah 70 tahun merdeka, Indonesia masih memiliki persoalan dalam memberikan perlindungan masyarakat pribumi? Lalu, siapakah atau kelompok masyarakat manakah yang bisa disebut sebagai “pribumi” itu, dan seberapa memadai pengetahuan dan hasil riset yang ada tentang isu-isu tersebut? |
url |
https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/22442 |
work_keys_str_mv |
AT abdulwahid editorial |
_version_ |
1725271148938133504 |