Summary: | <p style align="justify">Pergeseran episentrum kekuasaan pasca reformasi tahun 1998 dari sentralistik ke desentralisasi memberi harapan baru kepada setiap daerah untuk membangun daerah dengan segala potensi yang dimiliki. Desentralisasi memberi legitimasi kepada setiap daerah untuk memproduksi atau menghasilkan berbagai kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan daerah, termasuk di bidang pariwisata. Sebagai subordinat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat juga memiliki legitimasi yang sama untuk membuat berbagai kebijakan termasuk di bidang pariwisata. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah menetapkan pariwisata sebagai <em>leading sector</em> pembangunan dan membuat Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal untuk mendukung pengembangan pariwisata. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi untuk menggambarkan, menganalisis dan menginterpretasikan sisi-sisi implementasi seperti Partisipasi, Jejaring, Struktur Keorganisasian, aktor, finansial, fasilitas, kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kepentingan stakeholder. Teori yang digunakan untuk melakukan kajian ini adalah teori implementasi kebijakan Edward III. Berdasarkan teori ini, kesuksesan implementasi Kebijakan ditentukan oleh empat faktor, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan sumber daya pendukung implementasi belum dialokasikan dengan jelas, komunikasi dan koordinasi belum berjalan optimal, kondisi eksternal (sosial, ekonomi, dan politik) menghambat implementasi kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Manggarai Barat secara efektif dan optimal. Implikasinya adalah aktivitas pariwisata berbasis kearifan lokal belum berkontribusi secara optimal bagi pemerintah, swasta dan masyarakat dari sisi ekonomi.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Kebijakan Publik, Implementasi Kebijakan Publik, Pariwisata, Kearifan Lokal</p>
|