MAKNA HIDUP BAGI NARAPIDANA
Menjalani kehidupan sebagai seorang narapidana merupakan suatu bentuk kehidupan yang syarat akan penderitaan. Seorang yang mengalami krisis akan makna dalam kehidupannya, narapidana belum bisa menerima keadaan yang dihadapi, masih mengalami Shock mental, merasa tidak berdaya, bersalah, menyalahkan h...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2014-06-01
|
Series: | Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam |
Online Access: | http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/view/151 |
Summary: | Menjalani kehidupan sebagai seorang narapidana merupakan suatu bentuk kehidupan yang syarat akan penderitaan. Seorang yang mengalami krisis akan makna dalam kehidupannya, narapidana belum bisa menerima keadaan yang dihadapi, masih mengalami Shock mental, merasa tidak berdaya, bersalah, menyalahkan hidup, berpandangan negatif terhadap masa depan, dan tidak mampu menggali arti dalam hidupnya. Ketika harus menjalani pidana di LP, mereka merasa terkekang karena jauh dari cinta kasih orang-orang terdekatnya. Dalam situasi krisis seperti itu, keberadaan agama yakni pelatihan dzikir sangat penting adanya. Pelatihan Dzikir dapat menjadi resource bagi kebermaknaan hidup pada diri narapidana. Setting penelitian ini di LP (Lembaga Pemasyarakatan) Wirogunan Kelas IIA Yogyakarta. Desainnya penelitiannya kuantitatif melalui eksperimen. Sebanyak 48 narapidana dari 318 orang terpilih sebagai sampel melalui purposive sampling. Kebermaknaan hidup diidentifikasi sebagai variabel terikat, sedangkan pelatihan dzikir sebagai variabel bebas. Metode pengumpulan data menggunakan skala model likert, yaitu skala kebermaknaan hidup disusun berdasarkan konsep kebermaknaan hidup dari Viktor Emile Frankl. Observasi dan wawancara digunakan sebagai pendukung, ditambah dengan angket evaluasi pelatihan dzikir dan lembar catatan harian dzikir. Hasilnya ternyata; (1) pelatihan dzikir belum mampu meningkatkan kebermaknaan hidup warga binaan, hal initerlihat dari nilai t yang hanya mencapa -0,934, dengan taraf signifikansi lebih besar dari 0.05, yakni 0,355. Maka dari itu Ha ditolak. Artinya, tidak ada perbedaan kebermaknaan hidup antara hasil pre test dan post tes. (2) Tidak ada perbedaan kebermaknaan hidup antara warga binaan laki-laki dan perempuan setelah pelatihan dzikir dibuktikan bahwa nilai rata-rata kebermaknaan hidup warga binaan laki-laki adalah 68,5 sedangkan perempuan adalah 66,833. Diketahui bahwa nilai t dengan asumsi kedua sampel memiliki varian yang sama yakni 0,789, dengan P (sig) = 0,434. Karena P (sig) 0,355 > 0,05, maka Ha ditolak. Meskipun hipotesis penelitian secara kuantitatif tidak terbukti secara signifikan bukan berarti hasil penelitianmenolak teori bahwa dzikir tidak berpengaruh terhadap kebermaknaan hidup. Hal ini diketahui melalui hasil wawancara, observasi dan angket evaluasi pelatihan dzikir serta lembar catatan harian dzikir. Ternyata pelatihan dzikir mampu meningkatkan kebermaknaan hidup narapidana atau warga binaan laki-laki maupun perempuan. |
---|---|
ISSN: | 1412-1743 2581-0618 |