IMPLIKASI HUKUM ASAS PRADUGA BERSALAH YANG DIGUNAKAN WARTAWAN DALAM PEMBERITAAN PERKARA PIDANA
Abstract In the Indonesian Journalist’s code of ethic, one of the principle regulated is respecting presumption of innocence principle. But when journalist report criminal case, they do not fully take respect for such principle, for example in Jessica Kumala Wongso case. Furthermore, there isn’t an...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
University of Brawijaya
2017-08-01
|
Series: | Arena Hukum |
Subjects: | |
Online Access: | https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/view/324 |
Summary: | Abstract
In the Indonesian Journalist’s code of ethic, one of the principle regulated is respecting presumption of innocence principle. But when journalist report criminal case, they do not fully take respect for such principle, for example in Jessica Kumala Wongso case. Furthermore, there isn’t any specific regulation when breaking the principle. The problem is, many journalist are criminalized by article 310 (2) of the Indonesian Criminal Code. The purpose of this research is finding the real principle ] used by journalist when reporting criminal case and the legal implication of such violation. The method used in this research is library research with grammatical and systematical interpretation technique. This result shows that in in theoretical and practical, journalist applying different principal when reporting criminal case. The principal that used by journalist is presumption of guilt principal. As a result of applying presumption of guilt principal, journalist are considered to insult and make article 310 (2) KUHP as the only way out for journalist that considered to do insult. As a manifestation of restorative justice, a concept of penal mediation for journalist that has considered to do insult has been submitted.
Abstrak
Kode Etik Wartawan Indonesia salah satunya mengatur bahwa wartawan diharuskan untuk menghormati asas praduga tak bersalah. Akan tetapi dalam praktik pemberitaan perkara pidana, wartawan tidak sepenuhnya menghormati asas praduga tak bersalah. Hal ini dapat dicontohkan pada pemberitaan kasus Jessica Kumala Wongso. Selain itu, sampai saat ini tidak ada peraturan yang mengatur secara khusus untuk wartawan selain pada kode etik, jika muncul sebuah pelanggaran penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah. Permasalahan muncul ketika wartawan banyak dikriminalisasi dengan pasal 310 (2) KUHP. Tujuan dari tulisan ini untuk menemukan asas yang seharusnya digunakan wartawan sebagai landasan untuk mempublikasikan perkara pidana dan
implikasi hukum apabila publikasi perkara pidana oleh wartawan bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Tulisan ini didasarkan pada penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan menggunakan teknik interpretasi gramatikal dan sistematis. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa secara teori dan praktik, wartawan menerapkan hal yang berbeda dalam melakukan pemberitaan perkara pidana. Asas yang digunakan wartawan dalam melakukan pemberitaan perkara pidana yaitu asas praduga bersalah. Sebagai akibat penggunaan asas praduga bersalah, wartawan seringkali dianggap melakukan penghinaan/pencemaran dan menjadikan pasal 310 ayat (2) KUHP sebagai jalan terakhir bagi wartawan yang melakukan penghinaan/pencemaran. Sebagai perwujudan keadilan restoratif, diajukan sebuah konsep mediasi penal bagi wartawan yang melakukan penghinaan/pencemaran. |
---|---|
ISSN: | 0126-0235 2527-4406 |