KONSERVASI GENETIK IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch 1792) DI PERAIRAN RAWA, KALIMANTAN SELATAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sample ikan betok (Anabas testudineus Bloch 1972) yang berasal dari perairan rawa Kalimantan Selatan, dengan tujuan untuk mendeskripsikan keragaman  genetik dan aspek konservasinya dengan metode amplifikasi mtDNA. Proses amplifikasi mtDNA ikan betok terjad...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Slamat Slamat, Marsoedi Marsoedi, Athaillah Mursyid, Diana Arfiati
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan 2016-05-01
Series:Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Subjects:
Online Access:http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jppi/article/view/1064
Description
Summary:Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sample ikan betok (Anabas testudineus Bloch 1972) yang berasal dari perairan rawa Kalimantan Selatan, dengan tujuan untuk mendeskripsikan keragaman  genetik dan aspek konservasinya dengan metode amplifikasi mtDNA. Proses amplifikasi mtDNA ikan betok terjadi di daerah D Loop.  Hasil analisis mt-DNA D Loop ikan betok menunjukkan bahwa, analisis keseimbangan populasi Hardy-Weinberg  berkisar antara 0,02 - 0,09, sedangkan haplotipe tertinggi terdapat pada rawa monoton (0,9384), kemudian tadah hujan (0,7111) dan pasang surut (0,6).  Heterozigositas ditemukan unik pada populasi rawa monoton (BAAAA) dan rawa pasang surut (BAACA) dan umum di temukan di ketiga ekosistem rawa (AAABA).  Ikan betok di bagi menjadi dua stok populasi yaitu populasi rawa monoton dan pasang surut serta stok tadah hujan.  Konsep utama dalam konservasi genetik adalah fitness population dimana populasi dipertahankan minimal 500 ekor/kawasan. Untuk meningkatkan keragaman genetik ikan betok, dilakukan dengan cara introduksi individu-individu baru yang memiliki keragaman genetik yang lebih tinggi kedalam populasi lokal, restocking dan membuat kawasan suaka yang dilindungi oleh Dinas Perikanan setempat bersama-sama dengan masyarakat di sekitar perairan rawa tersebut.   The research was conducted using climbing perch samples originated from the swampy waters of the southern Borneo, and the objektive of this study to investigate the genetic diversity and the conservation aspect using mtDNA amplification method.  mtDNA amplification process occurs in the D Loop region.  The results of the analysis of D-Loop mtDNA of climbing perch showed that, the analysis of Hardy-Weinberg equilibrium population ranged from 0.02 to 0.09, while the highest haplotypes found in swamp bogs (monotonic) (0.9384) then rainfed (0.7111) and tides (0.6). Heterozygosity was found uniquely in the swamp monotonic population (BAAAA) and marsh tides (BAACA) and common in all three ecosystems found in the swampy area (AAABA) . Climbing perch stock divided into two populations monotone and tidal swamp population and rainfed stock.  The main concept of genetic conservation is the fitness population where the population is maintained at least 500 tail/region.  To increase the genetic diversity of climbing perch, can be done by the introduction of new individuals wich has a higher genetic diversity into the local population, restocking and create reserves of protected areas by the Local Fisheries Authority together with the community around the swampy waters.
ISSN:0853-5884
2502-6542