Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional

Abstrak Polikultur merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan air yang mengakibatkan penurunan produksi ikan di kolam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menyusun pola manajemen polikultur udang windu (Penaeus monodon Fab.), ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan rumput...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Murachman - -, Nuhfil - Hanani, Soemarno - -, Sahri - Muhammad
Format: Article
Language:English
Published: University of Brawijaya 2012-05-01
Series:Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari
Online Access:http://jpal.ub.ac.id/index.php/jpal/article/view/97
Description
Summary:Abstrak Polikultur merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan air yang mengakibatkan penurunan produksi ikan di kolam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menyusun pola manajemen polikultur udang windu (Penaeus monodon Fab.), ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan rumput laut (Gracillaria sp.). Penelitian dilakukan dengan metode studi kasus di Dusun Tanjung Sari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Sampel penelitian diambil pada 18 lokasi polikultur dari tiga komoditas tersebut (udang windu, ikan bandeng dan rumput laut) dan 20 lokasi polikultur dari dua komunitas (udang windu dan ikan bandeng). Variabel yang dipergunakan pada penelitian ini adalah Variabel penelitian meliputi lingkungan makro tambak, karakteristik pembudidaya, cara pengelolaan tambak dan perlakuan–perlakuan yang diberikan, padat tebar, kualitas air, kesuburan air, produksi tambak, keuntungan pembudidaya polikultur dan model budidaya polikultur tiga komoditas. Model budidaya polikultur terdiri dari enam komponen yaitu penentuan lokasi tambak, persiapan tambak, pemeliharaan, panen, kelembagaan sosial dan kelembagaan ekonomi. Masing-masing komponne tersebut saling berhubungan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang mendukung penentuan lokasi kolam, yaitu jenis tanah di atas kolam, sumber air tawar, sumber air laut, dan keberadaan hutan mangrove. Kualitas dan kesuburan air cukup baik dan berada pada kisaran standard kualitas air untuk tambak. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara padat tebar untuk udang windu dan ikan bandeng pada tipe polikultur tiga komoditas dan polikultur dua komoditas. Padat tebar rumput laut pada polikultur tiga komoditas adalah 975 kgha-1. Keberadaan rumput laut pada polikultur tiga komoditas dapat meningkatkan kualitas air menjadi lebih baik dibandingkan pada polikultur dua komoditas. Kandungan oksigen terlarut pada tambak adalah 165 mgl-1, tingkat kejernihan air 50.875 cm, NH3 0,157 mgl-1, H2S 0,025 mgl-1, NO2 0,109 mgl-1, PO4-3 0,461 mgl-1, pH 8,05, TOM 38.635 mgl-1, TSS 176,418 mgl-1, alkalinitas 4,665 mgl-1, suhu 32.96 °C, kadar garam 32,5, BOD 2,88 mgl-1 dan kandungan Pb 0,245 mgl-1. Secara kualitatif dan kuantitatif tingkat produksi udang windu adalah (201.11 kgha-1m-1) dan ikan bandeng (1180,56 kgha-1m-1) pada sistem polikultur tiga komoditas lebih tinggi daripada tingkat produksi di sistem polikultur dua komoditas. Secara kuantitatif diketahui bahwa untuk budidaya udang windu kelimpahan plankton adalah 11,466 ekor tiap liter, pertumbuhan absolut 23,93 g, lemak 0,604, tingkat kelangsungan hidup 53% dan rata-rata ukuran tubuh adalah  34 ekor tiap kg. Parameter untuk budidaya ikan bandeng adalah  kelimpahan plankton adalah 69,845 ekor tiap liter, pertumbuhan absolut 354,99 g, lemak 0,604, tingkat kelangsungan hidup 95% dan rata-rata ukuran tubuh adalah 4,25 ekor tiap kg. Keuntungan finansial pada polikultur tiga komoditas adalah Rp. 20.717.628 dan Rp. 11.924.115 pada polikultur dua komoditas untuk tiap hektar tambak pada satu musim tanam.   Katakunci: polikultur, ikan bandeng, komoditas, udang windu     Abstract Polyculture is an alternative to solving water quality problems leading to decrease of fish production in the ponds. The present research is aimed at establishing the management of polyculture of black tiger prawn, milkfish, and seaweed. This study employs method of case study in Dusun Tanjung Sari, Desa Kupang, sub-district of Jabon, Regency of Sidoarjo. Samples were collected from 18 polyculturers of three commodities (black tiger prawn, milkfish, and seaweed) and 20 polyculturers of two commodities (black tiger prawn and milkfish) by means of proportional sampling. Variables to be investigated were type of commodity, treatment in the polyculture processes, stocking density, water quality, mangrove forest, social and economic institutions, investment and operational funds, production, quality and fertility of water, and financial gain. Results of the present study show that the three-commodity model of polyculture consists of capability to determine pond sites, pond preparation, maintenance, harvesting, and social and economic institutions. There are three supporting factors in determining pond sites, namely pond bottom soils, sources of freshwater and seawater and the presence of mangrove forest. Water quality is in agreement with standards of water quality for ponds with relatively high fertility. Stocking densities for black tiger prawns and milkfish are not significantly different between two- and three-commodity polyculture. The stocking density for seaweed is 975 kgha-1 for three-commodity ponds. The presence of seaweed in the three-commodity polyculture ponds results in better water quality compared to the two-commodity polyculture ponds. Dissolved oxygen content is of 165 mgl-1, water clarity of 50,875 cm, NH3 of 0.157 mgl-1, H2S of 0.025 mgl-1, NO2 of 0.109 mgl-1, PO4-3 of 0.461 mgl-1, pH of 8.05, TOM of 38,635 mg-1l, TSS of 176,418 mgl-1, alkalinity of 4.665 mgl-1, temperature of 32.965°C, salinity of 32.5, BOD of 2.88 mgl-1 and Pb of 0.245 mgl-1. Production of black tiger prawns of 201.11 kgha-1m-1 and milkfish of 1180,56 kgha-1m-1 are higher than production of two-commodity polyculture ponds, both quantitatively and qualitatively. Quantitatively, it is shown that, for black tiger prawns, abundance of plankton within intestines are of 11,466 individuals for each liter, absolute growth is 23.93 g, fatness is 0.604114, survival of 53%, and average size of 34 animals for each kilogram. meanwhile, for milkfish, it is shown that abundance of plankton within intestines are of 69,845 individuals for each liter, absolute growth is 354.99 g, fatness is 0.814, survival rate of 95%, and average size of 4.25 animals for each kilogram. Financial profit of three-commodity polyculture amounts to Rp 20,717,628 per ha per culture season and two-commodity polyculture amounts to Rp 11,924,115 ha for each culture season. Keywords: Black Tiger Prawn, commodities, Milk Fish, polyculture
ISSN:2087-3522
2338-1671