Genealogi Porosan Sebagai Budaya Agama Hibrida Dan Maknanya Pada Masyarakat Hindu Di Bali
Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif memakai paradigma teori sosial kritis. Masalah yang dikaji adalah genealogi porosan dan maknanya bagi agama Hindu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bertumpu pada paradigma interpretatif dan paradigma...
Main Authors: | , , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Institut Seni Indonesia Denpasar
2017-09-01
|
Series: | Mudra: Jurnal Seni Budaya |
Online Access: | http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/113 |
Summary: | Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif memakai paradigma teori sosial kritis. Masalah yang dikaji adalah genealogi porosan dan maknanya bagi agama Hindu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bertumpu pada paradigma interpretatif dan paradigma teori sosial kritis (Ritzer, 2012). Objek kajiannya adalah porosan sebagaimana yang digunakan pada canang sari.Hasil kajian menunjukkan bahwa porosan adalah simbol berbentuk budaya agama hibrida. Artinya, porosan merupakan campuran antara tradisi mengonsumsi sirih pinang (nginang) dan pemujaan terhadap Tri Murti. Hal ini dapat diabstraksikan dalam gagasan, yakni porosan/canang = pinang + sirih + kapur = merah + hitam/hijau + putih = Brahma + Wisnu + Siwa = Pencipta + Pemelihara + Pelebur = A+ U + M = OM = Tuhan. Porosan harus ada pada sesajen antara lain canang sari. Pemakaian porosan tidak saja bermakna keagamaan, tetapi juga teologi sosial, yakni pedoman bertindak mengikuti Tri Murti guna menciptakan kebudayaan berbasiskan aksiologi Hindu, yakni satyam, sivam dan sundaram. Dengan demikian terbentuk suatu budaya yang menjunjung tinggi harmoni sosial, ekologis dan teologis. |
---|---|
ISSN: | 0854-3461 2541-0407 |