MENGGAGAS KONSELING BERWAWASAN BUDAYA DALAM PERSPEKTIF BUDAYA INDONESIA
Manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagaiabdullhatau hamba Allah SWT, dan sebagaikhalfahatau wakil Allah di muka bumi. Predikat pertama menunjukkan kelemahan, kekecilan, keterbatasan, dan ketergantungan manusia kepada yang lain, sehingga setiap manusia berpotensi untuk mempunyai masalah. Predikat...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012-06-01
|
Series: | Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam |
Online Access: | http://ejournal.uin-suka.ac.id/dakwah/hisbah/article/view/134 |
Summary: | Manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagaiabdullhatau hamba Allah SWT, dan sebagaikhalfahatau wakil Allah di muka bumi. Predikat pertama menunjukkan kelemahan, kekecilan, keterbatasan, dan ketergantungan manusia kepada yang lain, sehingga setiap manusia berpotensi untuk mempunyai masalah. Predikat kedua menunjukkan kebesaran manusia dan sekaligus besarnya tanggungjawab dalam menjalani kehidupan di muka bumi. Kedua predikat yang melekat pada diri manusia mensiratkan tentang urgensi bimbingan dan konseling dalam setiap langkah kehidupannya.
Realitas kehidupan dalam konteks sebagai makhluk yang lemah (abdun), manusia akan menjalani kehidupan yang manis, lapang dan kemudahan dan sebaliknya akan mengalami kehidupan yang pahit, sempit, dan berat. Realita manusia dalam kondisi diri yang tak berdaya, maka orang membutuhkan bantuan orang lain. Misalnya membutuhkan dokter dalam memulihkan kondisi kesehatan dan membutuhkan konselor, psikolog atau bahkan psikiater dalam kondisi mental yang kacau (gangguan jiwa). Upaya memperoleh bantuan dari konselor, psikolog atau psikiater bertujuan untuk memulihkan rasa percaya dirinya, meluruskan cara berpikir, berpandangan secara realistis, mampu melihat kenyataan yang sebenarnya, dan mampu mengatasi problema dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan.
Terdapat empat dasar filosofis dalam konteks bimbingan dan konseling dalam perspektif keilmuan maupun ajaran Islam. Pertama, bahwa kodrat kejiwaan manusia membutuhkan bantuan psikologis. Kedua, gangguan kejiwaan yang berbeda-beda membutuhkan terapi yang tepat. Ketiga, meski manusia memiliki fitrah kejiwaan yang cenderung kepada keadilan dan kebenaran, tetapi daya tarik kepada keburukan lebih banyak dan lebih kuat, sehingga motif kepada keburukan akan lebih cepat merespon stimulus keburukan dan mendahului respon motif kepada kebaikan. Keempat, keyakinan bahwa agama (keimanan) merupakan bagian dari struktur kepribadian, sehingga getar batin dapat dijadikan penggerak tingkah laku (motif) kepada kebaikan. |
---|---|
ISSN: | 1412-1743 2581-0618 |