Summary: | Idealnya, media massa menjadi pilar demokrasi, juga mencerahkan dan memberdayakan warga negara. Akan tetapi, di Indonesia, media massa seringkali mengalami bias: bias kapital, bias kekuasaan, bias kepentingan wartawan sendiri, dan bias-bias lainnya. Contoh sederhana, rubrik Advertorial di media cetak. Rubrik itu dikemas seperti berita, padahal ikLan. Sejalan dengan itu, muncul pula fenomena di mana iklan tidak dipagari oLeh fire wall, untuk membedakannya dengan teks berita. Pengemasan iklan itu seakan untuk mengelabui pembaca. Hal ini menunjukkan,orientasi media makin lama makin bergeser ke pasar. Kini, paradigma ekonomi menjadi salah satu penentu yang mempengaruhi pertumbuhan jurnalisme, selain nilai-nilai responsibilitas sosial dan pelayanan publik dari demokrasi liberal. Media, di banyak kawasan, kini dipengaruhi wacana pemilikan dan kontrol media yang berkembang di dalam jaringan kerja international markets. Liputan pers berhadapan dengan kepentingan ekspansi bisnis multilateral, yang kerap mengakuisisi media sampai ke tingkat journalistic content. Di satu sisi, media mendapat tekanan dari kekuatan sosial-politik setempat dan tuntutan untuk memenuhi harapan khalayaknya. Media mencerminkan, menyajikan, dan kadang berperan aktif untuk memenuhi kepentingan nasional dari para actor dan institusi lain yang lebih kuat. Di sisi lain, media diuji untuk menunjukkan kemampuannya menyediakan informasi yang akurat, jujur, dan fair kepada para pembaca.
Media yang baik bakal membantu pembacanya mengambil keputusan yang baik dalam situasi sufit ini.
|