PSIKOTIK NON-ORGANIK PADA PASIEN DENGAN TULI KONDUKSI: SEBUAH LAPORAN KASUS

Gangguan psikotik non-organik ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat dengan<br />melakukan wawancara yang baik. Pada pasien dengan gangguan pendengaran<br />khususnya tuli konduksi maka perlu berbagai pertimbangan dalam menegakkan<br />diagnosis. Pentingnya hubungan pasien da...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Pande Nyoman Anom Dharma Wicaksana
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Udayana 2015-05-01
Series:e-Jurnal Medika Udayana
Subjects:
Online Access:http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/8517
Description
Summary:Gangguan psikotik non-organik ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat dengan<br />melakukan wawancara yang baik. Pada pasien dengan gangguan pendengaran<br />khususnya tuli konduksi maka perlu berbagai pertimbangan dalam menegakkan<br />diagnosis. Pentingnya hubungan pasien dan dokter yang baik dan kesamaan dalam<br />pemahaman bahasa serta waktu untuk melakukan observasi lebih ditekankan. Diagnosis<br />tuli konduksi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan<br />ditemukannya ruptur gendering telinga pada pasien. Dilakukan pula tes bisik dan tes<br />garputala. Pada penatalaksanaan penting untuk melakukan penatalaksanaan psikotik<br />dengan pemberian obat antipsikotik pada pasien berupa Chlorpromazine 1 x 50 mg  P.O<br />(malam), Stelazine 2 x 5 mg  P.O (pagi-malam), untuk menekan efek ekstrapiramidal<br />diberikan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg P.O (malam), diberikan pula psikoterapi namun<br />dengan cara yang lebih mungkin pada pasien dengan tuli konduksi, KIE suportif pasien<br />dan keluarga. Penanganan tuli konduksi sendiri dapat dialakukan timpanoplasti.<br /><br /> <br />
ISSN:2303-1395