Perempuan Dalam Telikungan Teks Keagamaan: Tela’ah atas Wacana Spiritualitas Perempuan Perspektif Hadis Karya Nurun Najwah

Tulisan ini bertujuan menyemarakkan arus wacana gender yang akhir-akhir ini cukup menggema di balantika intelektual, baik nasional maupun internasional. Karenanya, sebuah keniscayaan jika menguatnya tradisi patriarkhi yang menjadi lawan dari wacana feminisme salah satunya disebabkan oleh pemahaman...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Farida Ulvi Na’imah
Format: Article
Language:Arabic
Published: LPPM Institut Pesantren KH. Abdul Chalim 2020-07-01
Series:Al-Mada: Jurnal Agama, Sosial, dan Budaya
Subjects:
Online Access:https://e-journal.ikhac.ac.id/index.php/almada/article/view/1237
Description
Summary:Tulisan ini bertujuan menyemarakkan arus wacana gender yang akhir-akhir ini cukup menggema di balantika intelektual, baik nasional maupun internasional. Karenanya, sebuah keniscayaan jika menguatnya tradisi patriarkhi yang menjadi lawan dari wacana feminisme salah satunya disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang dinilai “timpang”. Pembebasan dan kesetaraan perempuan atas hak dan kewajiban dalam berbagai aspek—termasuk keagamaan—nampaknya menjadi sebuah tujuan yang tidak bisa ditawar. Secara utuh konstruk metodologi model Nurun Najwah pada dasarnya melakukan takhrij hadis. Teori yang ia gunakan dalam melakukan takhrij hadis mengekor pada model takhrij hadisnya Mahmud Thahhan. Setelah itu, kajian historis yang berhubungan dengan tema tertentu (baca: spiritualitas perempuan)—baik mikro maupun makro—diulas guna melihat kondisi real pada saat hadis tersebut terucap dari Nabi. Dalam hal ini, konteks mikro-makro yang dilihat oleh Nurun hanya di wilayah jazirah Arab. Sedangkan aspek trans-konteksnya penulis sama sekali tidak melihat ulasannya Nurun. Padahal tidak bisa dipungkiri jika konstruk pemahaman suatu masyarakat juga dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Selain itu, langkah ini ditempuh dalam rangka mencari—meminjam bahasanya Fazlur Rahman—ideal-moral (maqashid al syari’ah) atau—meminjam bahasanya Nasr Hamd Abu Zayd—maghza dari konstruksi hukum yang telah dibangun oleh Syari’ (pembuat hukum), yang dalam hal ini Allah dan Nabi-Nya.  Langkah terakhir yang dilakukan oleh Nurun dalam mengupas persoalan di atas adalah kontekstualisasi.. Di mana, Nurun tidak serta merta melupakan aspek ruang di mana buku itu disusun dan dikonsumsi. Adapun konteks ke-Indonesiaan yang dimaksud adalah konstruksi pemahaman yang mengakar pada masyarakat Indonesia secara umum dan beberapa aturan hukum yang telah dibangun oleh beberapa institusi, baik yang bersifat kepemerintahan maupun swasta
ISSN:2599-2473