BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER
The life of Indonesian society is dominant with patriarchal culture that puts women always under the shadow of men. In, the perception of social structure of society, women are always underestimated. In Indonesia, many women are also oppressed and abused. Women in a patriarchal culture are always co...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
2017-12-01
|
Series: | Jentera: Jurnal Kajian Sastra |
Subjects: | |
Online Access: | http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/177 |
id |
doaj-9ece0a5f41954f1e82068e77cc5011ae |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-9ece0a5f41954f1e82068e77cc5011ae2020-11-25T01:17:18ZengBadan Pengembangan dan Pembinaan BahasaJentera: Jurnal Kajian Sastra2089-29262579-81382017-12-016210.26499/jentera.v6i2.177270BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDERElis Suryani NS0Universitas PadjadjaranThe life of Indonesian society is dominant with patriarchal culture that puts women always under the shadow of men. In, the perception of social structure of society, women are always underestimated. In Indonesia, many women are also oppressed and abused. Women in a patriarchal culture are always considered helpless and should always be dependent on men, in the Sundanese language proverb, there is an "awewe mah dulang tinande" proverb which means that women are in the second class after men. In everyday life, women are positioned in the domestic sphere, whose activities and work are limited only around wells, kitchens and mattresses. Women's duties only serve the husband, are at home and take care of the child. But now, along with the progress and development of the era, the role and position of women began to change toward equality and equality. The dominance of patriarchal culture in Indonesia, in contrast to some ancient Sundanese script and inscription records, it turns out there are ancient Sundanese women already have the spirit of equality and equality with men. The figure of this woman is a brave, clever, ingenious figure, intellectual, a brave warlord, agile and nimble, as well as a batari 'religious teacher' in his day, as revealed in the Inscription Geger Hanjuang and Galunggung Mandate Text is named Batari Hyang Janapati . This paper aims to reveal the gender issues revealed through Sundanese texts and inscriptions, judging by the role, position, and motives behind them, through the gender approaches in social, literary, and cultural contexts in texts and inscriptions. Abstrak Kehidupan masyarakat Indonesia dominan dengan budaya patriarki yang menempatkan perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki. Dalam, persepsi struktur sosial masyarakat, perempuan selalu dipandang sebelah mata. Di Indonesia juga ditengarai banyak perempuan yang tertindas dan dilecehkan. Perempuan dalam budaya patriarki selalu dianggap tidak berdaya dan harus selalu bergantung kepada laki-laki, dalam pribahasa bahasa Sunda, ada pribahasa “awewe mah dulang tinande” yang berarti mengharuskan perempuan ada dalam kelas kedua setelah laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan diposisikan ada dalam ranah domestik, yang aktivitas dan perkerjaanya dibatasi hanya seputar sumur, dapur dan kasur. Tugas perempuan hanya melayani suami, berada di rumah dan mengurus anak. Namun saat ini, seiring dengan kemajuan dan perkembangan jaman, peran dan kedudukan perempuan mulai berubah menuju kesejajaran dan kesetaraan. Dominannya budaya patriarki di Indonesia, bertolak belakang dengan beberapa catatan naskah dan prasasti Sunda kuno, ternyata ada perempuan Sunda zaman dahulu sudah memiliki semangat kesejajaran dan kesetaraan dengan laki-laki. Sosok perempuan ini merupakan sosok yang gagah berani, pandai, cerdik, cendekia, seorang panglima perang yang gagah berani, tangkas dan cekatan, sekaligus seorang batari ‘guru agama’ pada zamannya, sebagaimana terungkap dalam Prasasti Geger Hanjuang dan Naskah Amanat Galunggung bernama Batari Hyang Janapati. Tulisan ini bertujuan mengungkap masalah gender yang terkuak lewat naskah dan prasasti Sunda, dilihat dari peran, kedudukan, dan motif yang melatarbelakanginya, melalui pendekatan gender dalam sosial, sastra, dan budaya yang ada dalam naskah dan prasasti.http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/177batari hiyang janapatiperan dan kedudukankajian gender |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Elis Suryani NS |
spellingShingle |
Elis Suryani NS BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER Jentera: Jurnal Kajian Sastra batari hiyang janapati peran dan kedudukan kajian gender |
author_facet |
Elis Suryani NS |
author_sort |
Elis Suryani NS |
title |
BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER |
title_short |
BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER |
title_full |
BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER |
title_fullStr |
BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER |
title_full_unstemmed |
BATARI HIYANG JANAPATI DALAM PERSPEKTIF GENDER |
title_sort |
batari hiyang janapati dalam perspektif gender |
publisher |
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa |
series |
Jentera: Jurnal Kajian Sastra |
issn |
2089-2926 2579-8138 |
publishDate |
2017-12-01 |
description |
The life of Indonesian society is dominant with patriarchal culture that puts women always under the shadow of men. In, the perception of social structure of society, women are always underestimated. In Indonesia, many women are also oppressed and abused. Women in a patriarchal culture are always considered helpless and should always be dependent on men, in the Sundanese language proverb, there is an "awewe mah dulang tinande" proverb which means that women are in the second class after men. In everyday life, women are positioned in the domestic sphere, whose activities and work are limited only around wells, kitchens and mattresses. Women's duties only serve the husband, are at home and take care of the child. But now, along with the progress and development of the era, the role and position of women began to change toward equality and equality. The dominance of patriarchal culture in Indonesia, in contrast to some ancient Sundanese script and inscription records, it turns out there are ancient Sundanese women already have the spirit of equality and equality with men. The figure of this woman is a brave, clever, ingenious figure, intellectual, a brave warlord, agile and nimble, as well as a batari 'religious teacher' in his day, as revealed in the Inscription Geger Hanjuang and Galunggung Mandate Text is named Batari Hyang Janapati . This paper aims to reveal the gender issues revealed through Sundanese texts and inscriptions, judging by the role, position, and motives behind them, through the gender approaches in social, literary, and cultural contexts in texts and inscriptions.
Abstrak
Kehidupan masyarakat Indonesia dominan dengan budaya patriarki yang menempatkan perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki. Dalam, persepsi struktur sosial masyarakat, perempuan selalu dipandang sebelah mata. Di Indonesia juga ditengarai banyak perempuan yang tertindas dan dilecehkan. Perempuan dalam budaya patriarki selalu dianggap tidak berdaya dan harus selalu bergantung kepada laki-laki, dalam pribahasa bahasa Sunda, ada pribahasa “awewe mah dulang tinande” yang berarti mengharuskan perempuan ada dalam kelas kedua setelah laki-laki. Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan diposisikan ada dalam ranah domestik, yang aktivitas dan perkerjaanya dibatasi hanya seputar sumur, dapur dan kasur. Tugas perempuan hanya melayani suami, berada di rumah dan mengurus anak. Namun saat ini, seiring dengan kemajuan dan perkembangan jaman, peran dan kedudukan perempuan mulai berubah menuju kesejajaran dan kesetaraan. Dominannya budaya patriarki di Indonesia, bertolak belakang dengan beberapa catatan naskah dan prasasti Sunda kuno, ternyata ada perempuan Sunda zaman dahulu sudah memiliki semangat kesejajaran dan kesetaraan dengan laki-laki. Sosok perempuan ini merupakan sosok yang gagah berani, pandai, cerdik, cendekia, seorang panglima perang yang gagah berani, tangkas dan cekatan, sekaligus seorang batari ‘guru agama’ pada zamannya, sebagaimana terungkap dalam Prasasti Geger Hanjuang dan Naskah Amanat Galunggung bernama Batari Hyang Janapati. Tulisan ini bertujuan mengungkap masalah gender yang terkuak lewat naskah dan prasasti Sunda, dilihat dari peran, kedudukan, dan motif yang melatarbelakanginya, melalui pendekatan gender dalam sosial, sastra, dan budaya yang ada dalam naskah dan prasasti. |
topic |
batari hiyang janapati peran dan kedudukan kajian gender |
url |
http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/177 |
work_keys_str_mv |
AT elissuryanins batarihiyangjanapatidalamperspektifgender |
_version_ |
1725146697848324096 |