KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District)
ABSTRAK Desa Singengu adalah desa pertama yang dibangun oleh leluhur orang-orang marga Lubis pada saat turun gunung. Warga desa Singengu meyakini bahwa hutan, tanah dan sungai tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk beraktivitas mencari nafkah, tetapi juga memiliki nilai ias (suci). Area-area te...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Gadjah Mada
2015-03-01
|
Series: | Jurnal Manusia dan Lingkungan |
Subjects: | |
Online Access: | https://jurnal.ugm.ac.id/JML/article/view/18730 |
id |
doaj-9dc7b4cab6f84dd691215a7ceb52e2d7 |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-9dc7b4cab6f84dd691215a7ceb52e2d72020-11-24T23:03:42ZindUniversitas Gadjah MadaJurnal Manusia dan Lingkungan0854-55102460-57272015-03-0122110010510.22146/jml.1873012470KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District)Cut Nuraini0Jurusan Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Medan (ITM) Jln. Gedung Arca No.52 Medan 20217.ABSTRAK Desa Singengu adalah desa pertama yang dibangun oleh leluhur orang-orang marga Lubis pada saat turun gunung. Warga desa Singengu meyakini bahwa hutan, tanah dan sungai tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk beraktivitas mencari nafkah, tetapi juga memiliki nilai ias (suci). Area-area tertentu di dalam hutan dan sungai dianggap taboo (pantang) untuk dimasuki. Pelanggaran atas larangan tersebut diyakini akan mendapatkan kutukan dari roguk (penunggu). Penelitian ini terkait dengan dua realitas, yaitu tangible (nyata) dan intangible (tidak nyata) sehingga paradigma yang tepat untuk menggali makna dibalik fenomena dua realitas tersebut adalah fenomenologi. Metode fenomenologi yang digunakan adalah fenomenologi Husserlian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian hutan dan sungai dilakukan melalui dua cara, yaitu peraturan tertulis dalam bentuk uhum dohot ugari (aturan/ketentuan adat yang dibuat oleh leluhur) dan mitos tentang rarangan (larangan) dan roguk (penunggu) sehingga beberapa area tertentu menjadi ‘terlarang’ bagi aktifitas manusia. Warga desa Singengu mengelola, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hutan-sungai melalui konsep taboo (pantang) sebagai pangolat (pembatas) tempat, sehingga terbentuklah dua jenis tempat, yaitu tempat-tempat yang boleh dilakukan aktifitas di dalamnya dan tempat-tempat yang dilarang. ABSTRACT Singengu is the first village that was built by the ancestors of the Lubis clan people on the way down the mountain. Singengu people believe that forest, soil and river are not only used as a place to indulge for a living, but it also has ias (sacred) value. Specific areas within the forest and river is considered taboo (abstinence) to be entered. Violation of the ban is believed to be getting the curse of roguk (gatekeepers/guardian). Research on systems management, utilization and conservation of forest, soil and river is related with two realities, namely the tangible (real) and intangible (not-real) so that the appropriate paradigm to explore the meaning behind two reality phenomena is phenomenology method. Phenomeology method which is used is Husserlian phenomenology. The results showed that the system of management, utilization and conservation of forest and river done in two ways, namely in the form of written rules uhum dohot ugari (rules /regulations made by ancestral custom) and myths about rarangan (ban) and roguk (gatekeepers) so that certain areas be 'forbidden'/prohibited for human activities. Singengu people manage, utilize and conserve the forest, soil and river environments through concepts taboo (abstinence) as pangolat (barrier/delimiter) places, thus forming two types of places, places that may do the activities in it and forbidden places.https://jurnal.ugm.ac.id/JML/article/view/18730hutan larangankearifan lingkunganlubuk laranganmata airpelestarian hutanforbidden-forestenvironmental wisdomforbidden-riverspring water and forest conservation |
collection |
DOAJ |
language |
Indonesian |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Cut Nuraini |
spellingShingle |
Cut Nuraini KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) Jurnal Manusia dan Lingkungan hutan larangan kearifan lingkungan lubuk larangan mata air pelestarian hutan forbidden-forest environmental wisdom forbidden-river spring water and forest conservation |
author_facet |
Cut Nuraini |
author_sort |
Cut Nuraini |
title |
KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) |
title_short |
KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) |
title_full |
KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) |
title_fullStr |
KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) |
title_full_unstemmed |
KEARIFAN LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN, TANAH DAN SUNGAI DI DESA SINGENGU, KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL , SUMATERA UTARA (Environmental Wisdom on Management of Forest, Soil and River in Singengu Village, Kotanopan District) |
title_sort |
kearifan lingkungan dalam pengelolaan hutan, tanah dan sungai di desa singengu, kecamatan kotanopan kabupaten mandailing natal , sumatera utara (environmental wisdom on management of forest, soil and river in singengu village, kotanopan district) |
publisher |
Universitas Gadjah Mada |
series |
Jurnal Manusia dan Lingkungan |
issn |
0854-5510 2460-5727 |
publishDate |
2015-03-01 |
description |
ABSTRAK
Desa Singengu adalah desa pertama yang dibangun oleh leluhur orang-orang marga Lubis pada saat turun gunung. Warga desa Singengu meyakini bahwa hutan, tanah dan sungai tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk beraktivitas mencari nafkah, tetapi juga memiliki nilai ias (suci). Area-area tertentu di dalam hutan dan sungai dianggap taboo (pantang) untuk dimasuki. Pelanggaran atas larangan tersebut diyakini akan mendapatkan kutukan dari roguk (penunggu). Penelitian ini terkait dengan dua realitas, yaitu tangible (nyata) dan intangible (tidak nyata) sehingga paradigma yang tepat untuk menggali makna dibalik fenomena dua realitas tersebut adalah fenomenologi. Metode fenomenologi yang digunakan adalah fenomenologi Husserlian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan, pemanfaatan dan pelestarian hutan dan sungai dilakukan melalui dua cara, yaitu peraturan tertulis dalam bentuk uhum dohot ugari (aturan/ketentuan adat yang dibuat oleh leluhur) dan mitos tentang rarangan (larangan) dan roguk (penunggu) sehingga beberapa area tertentu menjadi ‘terlarang’ bagi aktifitas manusia. Warga desa Singengu mengelola, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hutan-sungai melalui konsep taboo (pantang) sebagai pangolat (pembatas) tempat, sehingga terbentuklah dua jenis tempat, yaitu tempat-tempat yang boleh dilakukan aktifitas di dalamnya dan tempat-tempat yang dilarang.
ABSTRACT
Singengu is the first village that was built by the ancestors of the Lubis clan people on the way down the mountain. Singengu people believe that forest, soil and river are not only used as a place to indulge for a living, but it also has ias (sacred) value. Specific areas within the forest and river is considered taboo (abstinence) to be entered. Violation of the ban is believed to be getting the curse of roguk (gatekeepers/guardian). Research on systems management, utilization and conservation of forest, soil and river is related with two realities, namely the tangible (real) and intangible (not-real) so that the appropriate paradigm to explore the meaning behind two reality phenomena is phenomenology method. Phenomeology method which is used is Husserlian phenomenology. The results showed that the system of management, utilization and conservation of forest and river done in two ways, namely in the form of written rules uhum dohot ugari (rules /regulations made by ancestral custom) and myths about rarangan (ban) and roguk (gatekeepers) so that certain areas be 'forbidden'/prohibited for human activities. Singengu people manage, utilize and conserve the forest, soil and river environments through concepts taboo (abstinence) as pangolat (barrier/delimiter) places, thus forming two types of places, places that may do the activities in it and forbidden places. |
topic |
hutan larangan kearifan lingkungan lubuk larangan mata air pelestarian hutan forbidden-forest environmental wisdom forbidden-river spring water and forest conservation |
url |
https://jurnal.ugm.ac.id/JML/article/view/18730 |
work_keys_str_mv |
AT cutnuraini kearifanlingkungandalampengelolaanhutantanahdansungaididesasingengukecamatankotanopankabupatenmandailingnatalsumaterautaraenvironmentalwisdomonmanagementofforestsoilandriverinsingenguvillagekotanopandistrict |
_version_ |
1725632607317655552 |