Hyperreality study of hijab fashion celebrity

The purpose of this study is to look at the phenomenon of celebrity on social media Instagram and relate it to the hyper-reality theory by Jean Baudrillard. The vast expression space provided by online media has led to a wave of folk culture that allows anyone to become a producer and consumer of te...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Fitria Angeliqa, Fizzy Andriani
Format: Article
Language:English
Published: Universitas Negeri Yogyakarta 2020-08-01
Series:Informasi
Subjects:
Online Access:https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/27842
id doaj-8e581a7289494be8b04bfe0d4be4ba48
record_format Article
spelling doaj-8e581a7289494be8b04bfe0d4be4ba482021-01-02T07:52:22ZengUniversitas Negeri YogyakartaInformasi0126-06502502-38372020-08-01501587010.21831/informasi.v50i1.2784213498Hyperreality study of hijab fashion celebrityFitria Angeliqa0Fizzy Andriani1Faculty of Communication Sciences, Universitas PancasilaCommunication Science Faculty, Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, JakartaThe purpose of this study is to look at the phenomenon of celebrity on social media Instagram and relate it to the hyper-reality theory by Jean Baudrillard. The vast expression space provided by online media has led to a wave of folk culture that allows anyone to become a producer and consumer of texts. Clothing recommendations are now much oriented on the celebrity fashion hijab. The problem is whether this celebrity hijab fashion is an accurate representation of Instagram users, so users often imitate the style of the role model. This study uses the theory of hyperreality, the concept of social media, and celebrity on Instagram. This study uses a post-positivist paradigm, qualitative, and quantitative approaches. The unit of analysis in this study is the followers of hijab fashion celebrity’s Instagram. Data collection techniques are an in-depth interview and survey. The results showed the level of representation in Baudrillard’s terminology— which includes (1) representations that lie behind facts, (2) representations that cover facts, (3) representations that do not have facts, and (4) representations that are not related to facts—and identification of reasons for joining certain celebrity fashion hijabs. The literacy point emphasizes on what is shown by ‘celebgram’ is not the actual reality. It is just a representation that refers to ‘itself’ and not for others. Impersonation can produce a range of satisfaction for disappointment. Tujuan penelitian ini adalah melihat fenomena selebriti Instagram dan kaitannya dengan teori hyper-realita dari Jean Baudrillard. Ruang ekspresi yang terbuka luas akibat perkembangan media online, menyebabkan terjadinya gelombang budaya akar rumput yang memungkinkan siapa pun untuk menjadi produsen dan konsumen teks secara bersamaan. Hal inilah yang memungkinkan siapa pun untuk menjadi ‘ahli’ di bidang yang mereka kerjakan atau sukai, dan fashion jilbab adalah salah satunya. Rekomendasi mode banyak berorientasi pada jilbab fesyen selebriti di Instagram. Masalahnya adalah apakah busana hijab yang dikenakan selebriti di Instagram ini merupakan representasi sebenarnya dari pengguna, sehingga pengguna sering meniru gaya para selebgram tersebut. Penelitian ini menggunakan teori hyperreality, konsep media sosial dan selebriti di Instagram. Penelitian ini menggunakan paradigma postpositivis, pendekatan kualitatif, dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah followers selebgram hijab fashion. Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam dan survey. Hasil penelitian yang diperoleh adalah tingkatan representasi dalam terminology Baudrillard—yang meliputi (1) representasi yang berada di balik fakta, (2) representasi yang menutupi fakta, (3) representasi yang tidak ada faktanya, serta (4) representasi yang tidak berhubungan dengan fakta—dan identifikasi alasan para followers mengikuti gaya selebgram tertentu. Aspek literasi yang ditekankan dalam penelitian ini adalah pada apa yang ditunjukkan oleh ‘selebgram’ sejatinya bukanlah realitas yang sebenarnya. Itu hanya representasi yang merujuk pada ‘dirinya sendiri’ (selebgram) dan bukan untuk orang lain. Peniruan identitas dapat menghasilkanskepuasan atau justru kekecewaan.https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/27842: hyper reality, representation, celebrity hijab, instagram.
collection DOAJ
language English
format Article
sources DOAJ
author Fitria Angeliqa
Fizzy Andriani
spellingShingle Fitria Angeliqa
Fizzy Andriani
Hyperreality study of hijab fashion celebrity
Informasi
: hyper reality, representation, celebrity hijab, instagram.
author_facet Fitria Angeliqa
Fizzy Andriani
author_sort Fitria Angeliqa
title Hyperreality study of hijab fashion celebrity
title_short Hyperreality study of hijab fashion celebrity
title_full Hyperreality study of hijab fashion celebrity
title_fullStr Hyperreality study of hijab fashion celebrity
title_full_unstemmed Hyperreality study of hijab fashion celebrity
title_sort hyperreality study of hijab fashion celebrity
publisher Universitas Negeri Yogyakarta
series Informasi
issn 0126-0650
2502-3837
publishDate 2020-08-01
description The purpose of this study is to look at the phenomenon of celebrity on social media Instagram and relate it to the hyper-reality theory by Jean Baudrillard. The vast expression space provided by online media has led to a wave of folk culture that allows anyone to become a producer and consumer of texts. Clothing recommendations are now much oriented on the celebrity fashion hijab. The problem is whether this celebrity hijab fashion is an accurate representation of Instagram users, so users often imitate the style of the role model. This study uses the theory of hyperreality, the concept of social media, and celebrity on Instagram. This study uses a post-positivist paradigm, qualitative, and quantitative approaches. The unit of analysis in this study is the followers of hijab fashion celebrity’s Instagram. Data collection techniques are an in-depth interview and survey. The results showed the level of representation in Baudrillard’s terminology— which includes (1) representations that lie behind facts, (2) representations that cover facts, (3) representations that do not have facts, and (4) representations that are not related to facts—and identification of reasons for joining certain celebrity fashion hijabs. The literacy point emphasizes on what is shown by ‘celebgram’ is not the actual reality. It is just a representation that refers to ‘itself’ and not for others. Impersonation can produce a range of satisfaction for disappointment. Tujuan penelitian ini adalah melihat fenomena selebriti Instagram dan kaitannya dengan teori hyper-realita dari Jean Baudrillard. Ruang ekspresi yang terbuka luas akibat perkembangan media online, menyebabkan terjadinya gelombang budaya akar rumput yang memungkinkan siapa pun untuk menjadi produsen dan konsumen teks secara bersamaan. Hal inilah yang memungkinkan siapa pun untuk menjadi ‘ahli’ di bidang yang mereka kerjakan atau sukai, dan fashion jilbab adalah salah satunya. Rekomendasi mode banyak berorientasi pada jilbab fesyen selebriti di Instagram. Masalahnya adalah apakah busana hijab yang dikenakan selebriti di Instagram ini merupakan representasi sebenarnya dari pengguna, sehingga pengguna sering meniru gaya para selebgram tersebut. Penelitian ini menggunakan teori hyperreality, konsep media sosial dan selebriti di Instagram. Penelitian ini menggunakan paradigma postpositivis, pendekatan kualitatif, dan kuantitatif. Unit analisis dalam penelitian ini adalah followers selebgram hijab fashion. Teknik pengumpulan data adalah wawancara mendalam dan survey. Hasil penelitian yang diperoleh adalah tingkatan representasi dalam terminology Baudrillard—yang meliputi (1) representasi yang berada di balik fakta, (2) representasi yang menutupi fakta, (3) representasi yang tidak ada faktanya, serta (4) representasi yang tidak berhubungan dengan fakta—dan identifikasi alasan para followers mengikuti gaya selebgram tertentu. Aspek literasi yang ditekankan dalam penelitian ini adalah pada apa yang ditunjukkan oleh ‘selebgram’ sejatinya bukanlah realitas yang sebenarnya. Itu hanya representasi yang merujuk pada ‘dirinya sendiri’ (selebgram) dan bukan untuk orang lain. Peniruan identitas dapat menghasilkanskepuasan atau justru kekecewaan.
topic : hyper reality, representation, celebrity hijab, instagram.
url https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/27842
work_keys_str_mv AT fitriaangeliqa hyperrealitystudyofhijabfashioncelebrity
AT fizzyandriani hyperrealitystudyofhijabfashioncelebrity
_version_ 1724357103756247040