Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi?
Para pakar sering memandang hubungan antara desentralisasi teritorial dan sentralisasi dalam praktik negara kesatuan sebagai makna dinamik, ibarat “pendulum/bandul yang berayun” dari sentralisasi (memusat) ke desentralisasi (mendaerah) demikian seterusnya untuk mencari kesembangan (Mawhood: 1984, B....
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Padjadjaran
2015-12-01
|
Series: | Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum |
Online Access: | http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9323 |
id |
doaj-77e816383aef4cbc960371bf9ec88648 |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-77e816383aef4cbc960371bf9ec886482020-11-24T21:42:58ZindUniversitas PadjadjaranPadjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum2460-15432442-93252015-12-012310.22304/pjih.v2n3.a0Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi?Atip LatipulhayatPara pakar sering memandang hubungan antara desentralisasi teritorial dan sentralisasi dalam praktik negara kesatuan sebagai makna dinamik, ibarat “pendulum/bandul yang berayun” dari sentralisasi (memusat) ke desentralisasi (mendaerah) demikian seterusnya untuk mencari kesembangan (Mawhood: 1984, B.C. Smith: 1985, Bagir Manan: 1999). Secara terminologis pun, metafor “desentralisasi” tidak akan pernah muncul tanpa terlebih didahului munculnya konsep “sentralisasi” dalam pembagian kekuasaan negara secara vertikal. Campur tangan pusat dalam pemerintahan di daerah tidak dapat dihindari 100 %,bahkan dalam pemerintahan yang paling desentralistik sekalipun. Di sisi lain, sistem sentralisasi “murni” dalam hubungan pusat – daerah ditolak sebagai pendekatan utama, terutama sejak sistem demokrasi dianggap sebagai model pemerintahan yang paling banyak diterima banyak negara. Dengan kata lain, desentralisasi telah menjadi pendekatan utama dalam pemencaran kekuasaan secara vertikal sebagai cermin dari prinsip “partisipasi” – yang merupakan salah satu prinsip demokrasi - dari aras lokal.http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9323 |
collection |
DOAJ |
language |
Indonesian |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Atip Latipulhayat |
spellingShingle |
Atip Latipulhayat Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum |
author_facet |
Atip Latipulhayat |
author_sort |
Atip Latipulhayat |
title |
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? |
title_short |
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? |
title_full |
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? |
title_fullStr |
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? |
title_full_unstemmed |
Editorial: Politik Hukum Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014: Desentralisasi atau Re-Sentralisasi? |
title_sort |
editorial: politik hukum pemerintahan daerah menurut undang-undang nomor 23 tahun 2014: desentralisasi atau re-sentralisasi? |
publisher |
Universitas Padjadjaran |
series |
Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum |
issn |
2460-1543 2442-9325 |
publishDate |
2015-12-01 |
description |
Para pakar sering memandang hubungan antara desentralisasi teritorial dan sentralisasi dalam praktik negara kesatuan sebagai makna dinamik, ibarat “pendulum/bandul yang berayun” dari sentralisasi (memusat) ke desentralisasi (mendaerah) demikian seterusnya untuk mencari kesembangan (Mawhood: 1984, B.C. Smith: 1985, Bagir Manan: 1999). Secara terminologis pun, metafor “desentralisasi” tidak akan pernah muncul tanpa terlebih didahului munculnya konsep “sentralisasi” dalam pembagian kekuasaan negara secara vertikal. Campur tangan pusat dalam pemerintahan di daerah tidak dapat dihindari 100 %,bahkan dalam pemerintahan yang paling desentralistik sekalipun. Di sisi lain, sistem sentralisasi “murni” dalam hubungan pusat – daerah ditolak sebagai pendekatan utama, terutama sejak sistem demokrasi dianggap sebagai model pemerintahan yang paling banyak diterima banyak negara. Dengan kata lain, desentralisasi telah menjadi pendekatan utama dalam pemencaran kekuasaan secara vertikal sebagai cermin dari prinsip “partisipasi” – yang merupakan salah satu prinsip demokrasi - dari aras lokal. |
url |
http://jurnal.unpad.ac.id/pjih/article/view/9323 |
work_keys_str_mv |
AT atiplatipulhayat editorialpolitikhukumpemerintahandaerahmenurutundangundangnomor23tahun2014desentralisasiatauresentralisasi |
_version_ |
1725916070330499072 |