TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA PEREKONOMIAN SYARIAH PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006
Artikel ini merupakan hasil penelitian yang mengkaji dualisme kewenangan antara peradilan umum dan peradilan agama dalam penyelesaian sengketa perekonomian syariah pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 21 Tahun 2008. Bahkan ketika UU N omor 21tahun 2008 tersebut di ajuk...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Muhammadiyah University Press
2015-05-01
|
Series: | Jurnal Jurisprudence |
Subjects: | |
Online Access: | http://journals.ums.ac.id/index.php/jurisprudence/article/view/3000 |
Summary: | Artikel ini merupakan hasil penelitian yang mengkaji dualisme kewenangan antara peradilan umum dan peradilan agama dalam penyelesaian sengketa perekonomian syariah pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan UU Nomor 21 Tahun 2008. Bahkan ketika UU N omor 21tahun 2008 tersebut di ajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dan telah berkekuatan hukum tetap dengan Nomor 93/PUU-X/2012 dalam putusan tersebut telah dinyatakan bahwa Penjelasan Pasal 55 (2) tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga choice of forum untuk menyelesaikan sengketa kewenangan mengadili ekonomi syariah tetap menjadi kewenangan absolut pengadilan agama. Kendati demikian sampai pada pertengahan 2016 masih saja tetap ada orang yang menyerahkan sengketa ekonomi syariah pada pengadilan negeri. Penelitian ini akan mencari tahu mengenai factor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan masyarakat yang memiliki sengketa ekonomi syariah dalam memilih pengadilan yang akan menyelesaikan sengketa tersebut. Penelitian yang digunakan bersifat kualitiatif dengan pendekatan yuridis empiris. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan purposive sampling yaitu penanganan kasus sengketa ekonomi syariah yang ada di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Surakarta dan Sukoharjo, dengan jumlah responden sebanyak 40 orang terdiri dari para narasumber yang bersinggungan langsung dengan perkara ekonomi syariah seperti: hakim, baik hakim poengadilan negeri dan hakim pengadilan agama, para pihak yang bersengketa dalam kasus ekonomi syariah maupun pihak perbakan syariah. Dari responden diatas data yang valid dan dapat dijadikan sebagai sumber data ada 37 responden sedangkan 3 responden dinyatakan tidak dapat diproses karena tidak lengkapnya jawaban tersebut. Dari hasil penelitian didapat identifikasi kecenderungan masyarakat dalam penyelesaian perkara sengketa ekonomi syariah setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 dan analisis efektifitas penerapan Undang-undang tersebut. Pembahasan hasil penelitian dihasilkan simpulan yaitu Pengadilan Agama lebih berhak menyelesaikan kasus sengketa ekonomi syariah, meskipun Pengadilan Negeri masih diperbolehkan menyelesaikannya melalui hukum acara perdata. Namun karena masalah ekonomi syariah memerlukan kemampuan syariah atau hukum Islam yang cukup kuat untuk menyelesaikannya, maka Pengadilan Agama akan lebih tepat untuk mengadilinya. Sementara itu dari Hasil Wawancara terhadap 37 responden, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak yang mempercayai Pengadilan Agama daripada Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah karena Faktor Lingkungan, Faktor Agama, dan faktor ekonomis. |
---|---|
ISSN: | 1829-5045 2549-5615 |