Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Abstract: In the second trial BPUPKI, both nationalist and Islamic groups consensual that the future of Indonesia's independence will be based on the principle "godhood by running Shari'ah obligation for adherents". The consensus seems to be built on the foundation is not solid....
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2016-06-01
|
Series: | Jurnal Cita Hukum |
Subjects: | |
Online Access: | http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3568 |
id |
doaj-30a6954e35894261b83ce3ce69d86fcb |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-30a6954e35894261b83ce3ce69d86fcb2020-11-25T01:49:57ZengUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah JakartaJurnal Cita Hukum2356-14402502-230X2016-06-014110.15408/jch.v4i1.35682705Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945Mujar Ibnu Syarif0Fakultas Syariah dan Hukum UIN JakartaAbstract: In the second trial BPUPKI, both nationalist and Islamic groups consensual that the future of Indonesia's independence will be based on the principle "godhood by running Shari'ah obligation for adherents". The consensus seems to be built on the foundation is not solid. Therefore it is not surprising that one day after the proclamation of independence, the agreement re-questioned. That same day, PPKI held a hearing to review the deal. As a result, the clause contained in the Preamble of the 1945 Constitution was changed to "Based on Belief in God Almighty". After the issuance of a Presidential Decree, began the debate about the existence of the spirit of the Jakarta Charter in 1945 which is applicable in the context of Indonesian politics in this contemporary age. Abstrak: Spirit Piagam Jakarta dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI / Dokuritsu Zyunbi Tyosakai) yang berlangsung sejak tanggal 10 hingga 16 Juli 1945, baik golongan nasionalis maupun golongan Islam berkonsensus bahwa masa depan Indonesia merdeka akan didasarkan pada sila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Penting dicatat, konsensus tersebut agaknya dibangun di atas landasan yang tidak kokoh. Karena itu, tidak aneh bila satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan RI, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, kesepakatan tersebut kembali dipersoalkan. Pada hari itu juga, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk tanggal 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Soekarno, menyelenggarakan sidang untuk meninjau kembali kesepakatan tersebut. Dalam sidang tersebut, anak kalimat yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta), yakni: "Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Setelah penerbitan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dimulailah perdebatan yang masih terus berlanjut hingga detik ini, mengenai ada atau tidak adanya semangat Piagam Jakarta dalam UUD 1945 yang berlaku dalam konteks politik Indonesia di masa kontemporer ini. DOI: 10.15408/jch.v4i1.3568http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3568Piagam Jakarta (the Jakarta Charter), gentlemans agreement's, Dekrit Presiden 5 Juli 1959. |
collection |
DOAJ |
language |
English |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Mujar Ibnu Syarif |
spellingShingle |
Mujar Ibnu Syarif Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Jurnal Cita Hukum Piagam Jakarta (the Jakarta Charter), gentlemans agreement's, Dekrit Presiden 5 Juli 1959. |
author_facet |
Mujar Ibnu Syarif |
author_sort |
Mujar Ibnu Syarif |
title |
Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 |
title_short |
Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 |
title_full |
Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 |
title_fullStr |
Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 |
title_full_unstemmed |
Spirit Piagam Jakarta Dalam Undang-Undang Dasar 1945 |
title_sort |
spirit piagam jakarta dalam undang-undang dasar 1945 |
publisher |
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta |
series |
Jurnal Cita Hukum |
issn |
2356-1440 2502-230X |
publishDate |
2016-06-01 |
description |
Abstract: In the second trial BPUPKI, both nationalist and Islamic groups consensual that the future of Indonesia's independence will be based on the principle "godhood by running Shari'ah obligation for adherents". The consensus seems to be built on the foundation is not solid. Therefore it is not surprising that one day after the proclamation of independence, the agreement re-questioned. That same day, PPKI held a hearing to review the deal. As a result, the clause contained in the Preamble of the 1945 Constitution was changed to "Based on Belief in God Almighty". After the issuance of a Presidential Decree, began the debate about the existence of the spirit of the Jakarta Charter in 1945 which is applicable in the context of Indonesian politics in this contemporary age.
Abstrak: Spirit Piagam Jakarta dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pada sidang kedua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI / Dokuritsu Zyunbi Tyosakai) yang berlangsung sejak tanggal 10 hingga 16 Juli 1945, baik golongan nasionalis maupun golongan Islam berkonsensus bahwa masa depan Indonesia merdeka akan didasarkan pada sila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Penting dicatat, konsensus tersebut agaknya dibangun di atas landasan yang tidak kokoh. Karena itu, tidak aneh bila satu hari setelah proklamasi Kemerdekaan RI, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, kesepakatan tersebut kembali dipersoalkan. Pada hari itu juga, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk tanggal 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Soekarno, menyelenggarakan sidang untuk meninjau kembali kesepakatan tersebut. Dalam sidang tersebut, anak kalimat yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 (Piagam Jakarta), yakni: "Berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Setelah penerbitan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dimulailah perdebatan yang masih terus berlanjut hingga detik ini, mengenai ada atau tidak adanya semangat Piagam Jakarta dalam UUD 1945 yang berlaku dalam konteks politik Indonesia di masa kontemporer ini.
DOI: 10.15408/jch.v4i1.3568 |
topic |
Piagam Jakarta (the Jakarta Charter), gentlemans agreement's, Dekrit Presiden 5 Juli 1959. |
url |
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/article/view/3568 |
work_keys_str_mv |
AT mujaribnusyarif spiritpiagamjakartadalamundangundangdasar1945 |
_version_ |
1725003793809014784 |