Peluang dan Tantangan Undang-undang Desa dalam Upaya Demokratisasi Tata Kelola Sumber Daya Alam Desa: Perspektif Agraria Kritis
<p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 12.0pt; text-indent: 42.55pt;"><span style="text-indent: 42.55pt;">Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa)-terlepas dari terobosan politiknya dalam menggulirkan demokratisasi relasi negara-desa-memil...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Indonesia
2016-11-01
|
Series: | Masyarakat: Jurnal Sosiologi |
Subjects: | |
Online Access: | http://journal.ui.ac.id/index.php/mjs/article/view/5021 |
Summary: | <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 12.0pt; text-indent: 42.55pt;"><span style="text-indent: 42.55pt;">Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa)-terlepas dari terobosan politiknya dalam menggulirkan demokratisasi relasi negara-desa-memiliki keterbatasan mendasar terkait isu sumber daya alam di desa mengingat krisis agraria dan krisis ekologi yang terjadi di pedesaan. Selain tidak banyak mengelaborasi aspek-aspek penting dari isu sumber daya alam, UU Desa juga hanya memberikan kewenangan yang minim terhadap swakelola sumber daya alam desa oleh pemerintah desa serta tidak menyentuh ketimpangan akses warga desa terhadap sumber daya alam setempat. Dihadapkan pada tantangan struktural demikian, perjuangan "otonomi desa" akan sulit mendorong transformasi sosial yang berarti tanpa melibatkan upaya penataan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pada saat yang sama, perjuangan "keadilan sosial-ekologis" akan sulit tampil sebagai agenda kolektif desa tanpa mengupayakan demokratisasi yang lebih dalam di internal desa sendiri. Tulisan ini menawarkan kerangka perjuangan "demokratisasi tata kelola sumber daya alam desa" sebagai konvergensi strategis dari dua perjuangan sebelumnya: "otonomi desa" dan "keadilan sosial-ekologis". Hal ini diupayakan melalui tiga agenda konkret yang saling terkait: penguatan kewenangan desa atas sumber daya alam setempat, demokratisasi relasi-relasi sosio-agraria di desa, dan pembalikan krisis pedesaan untuk merevitalisasi basis-basis produksi desa.</span></p><p>Law Number 6 of 2014 on Village-apart from its political contribution in democratizing state-village relation-has a fundamental limitation on natural resource issues in the village in the light of agrarian and ecological crises. This Law offers a minor elaboration on natural resource issues and provides limited authority to the village on this field, while no reference is made to the problem of inequality in community's access to local natural resources. Confronted with such structural challenges, it is argued that "struggle for village autonomy" will hardly lead to significant social transformation without involving attempts to establish just and sustainable natural resource regime. At the same time, "the struggle for social-ecological justice" will never emerge as village's collective agenda without attempts to deepen democracy within the village. Accordingly, this article offers "democratization of rural natural resource governance" as a strategic convergence between two previous struggles: "village autonomy" and "social-ecological justice". It is pursued through three inter-related agenda: strengthening village's authority concerning natural resource issues, democratizing socio-agrarian relations in the village, and addressing rural crises in order to revitalize productive forces in the village.</p><p> </p> <br /><p> </p> |
---|---|
ISSN: | 0852-8489 2460-8165 |