Rasio IgM/IgG Fase Akut Untuk Menentukan Infeksi Dengue Sekunder
Latar belakang. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI) memerlukan waktu relatif lama untuk menentukan infeksi dengue primer dan sekunder, karena memerlukan pemeriksaan serum pada fase akut dan konvalesen. Beberapa penelitian dengan menggunakan rasio IgM/ IgG untuk menentukan infeksi primer dan sekunder men...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2016-12-01
|
Series: | Sari Pediatri |
Subjects: | |
Online Access: | https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/814 |
Summary: | Latar belakang. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI) memerlukan waktu relatif lama untuk
menentukan infeksi dengue primer dan sekunder, karena memerlukan pemeriksaan serum
pada fase akut dan konvalesen. Beberapa penelitian dengan menggunakan rasio IgM/
IgG untuk menentukan infeksi primer dan sekunder menghasilkan rasio yang berbedabeda.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran IgM dan IgG pada infeksi Dengue dan akurasi
rasio IgM/IgG secara Elisa pada fase akut untuk menentukan infeksi sekunder.
Metoda. Dilakukan uji diagnostik pada sampel yang diambil secara berkesinambungan
(consecutive sampling) pada 62 anak yang dicurigai menderita demam berdarah dengue
antara Juli 2003 sampai dengan Juni 2004, dengan menggunakan rasio IgM/IgG secara
Elisa pada fase akut. Uji Hambatan Hemaglutinasi sesuai dengan kriteria WHO sebagai
baku emas.
Hasil. Dari 62 anak yang ikut dalam penelitian ini, ditemukan 48 anak dengan infeksi
sekunder dan 14 anak dengan infeksi primer. Kadar rerata IgG pada anak dengan
DBD baik syok maupun tidak lebih tinggi secara bermakna daripada demam dengue.
Prevalensi infeksi sekunder adalah 77,4%. Cut off point paling baik dari rasio IgM/
IgG sebagai prediktor infeksi sekunder adalah < 0,9 (sensitivitas 87,5%, spesifisitas
92,9%, rasio kemungkinan 12,3). Prevalensi dari syok pada infeksi sekunder adalah
16,7%. Cut off point paling baik dari rasio kadar IgG sebagai prediktor SSD pada
infeksi sekunder adalah > 165,0 U/mL (sensitivitas 87,5%, spesifisitas 97,5%, rasio
kemungkinan 35,0).
Kesimpulan. Kadar rerata IgG pada DBD nonsyok dan DBD syok secara bermakna
lebih tinggi daripada demam dengue. Rasio IgM/IgG < 0,9 dapat dipakai sebagai
prediktor infeksi sekunder dan kadar IgG > 165,0 U/mL dapat dipakai sebagai prediktor
terjadinya syok pada infeksi sekunder. |
---|---|
ISSN: | 0854-7823 2338-5030 |