KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950)
Bandit, pelacur dan seniman adalah kelompok sosial yang sering luput dari perhatian sejarawan. Mungkin karena posisi sosial mereka yang bukan elite. Dalam perkembangan Ilmu Sejarah yang mengarah pada demokratisasi, maka semua kelompok sosial dipandang memiliki peluang yang sama untuk ditulis sejarah...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Universitas Negeri Malang
2018-12-01
|
Series: | Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya |
Subjects: | |
Online Access: | http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/6164 |
id |
doaj-11539df0d19d44f1bed1ca3b60bd825e |
---|---|
record_format |
Article |
spelling |
doaj-11539df0d19d44f1bed1ca3b60bd825e2020-11-24T21:41:24ZindUniversitas Negeri MalangSejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya1979-99932503-11472018-12-011221281453019KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950)Ari Sapto0History Department, Universitas Negeri MalangBandit, pelacur dan seniman adalah kelompok sosial yang sering luput dari perhatian sejarawan. Mungkin karena posisi sosial mereka yang bukan elite. Dalam perkembangan Ilmu Sejarah yang mengarah pada demokratisasi, maka semua kelompok sosial dipandang memiliki peluang yang sama untuk ditulis sejarahnya. Dalam periode Revolusi Nasional Indonesia (1945-1950) untuk menghadapi keunggulan militer pihak Belanda, tentara Indonesia dipaksa untuk melakukan mobilisasi sumberdaya. Dalam konteks itu, bandit, pelacur dan seniman terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Kontribusi mereka tidak kecil, tetapi dalam suasana kajian sejarah yang berpihak pada elite, perannya seakan-akan terlupakan. Dalam perjuangan kemerdekaan di Jawa Timur bandit, pelacur dan seniman dimobilisasi dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Melalui berbagai peran yang sesuai dengan ”ketrampilan”nya memberi dukungan terhadap perjuangan. Resikonya tidak kecil, nyawa taruhannya, tetapi mereka rela melakukan. Ironisnya, perjuanggannya hanya tercatat dalam dokumen dan setelah kemerdekaan tercapai jasa-jasanya dilupakan. Bandits, prostitutes, and artists are social groups that frequently ignored by the historians. Potentially their social position as non-elite class causes its marginalization. Hence, in the development of history as science that headed to democratization, all social groups are seen as having equal opportunities to write their history. Facing the superiority of Dutch military in the Indonesian National Revolution period (1945-1950), the Indonesian army was forced to mobilize all resources. In that context, bandits, prostitutes, and artists were involved in the struggle for independence. Their contribution is very important, but in an atmosphere of historical studies that highlight the elite, their role seems to be marginalized. The independence war in East Java records band of bandits, prostitutes and artists who were mobilized and utilized for various purposes. Through various roles in accordance with their "skills", it provides support for the independence. The duty were very risk to their lives, but they doing it voluntarily. Ironically, their heroism only recorded in the old archives and forgotten after independence. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um020v12i22017p128http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/6164bandit, pelacur, seniman, perjuangan kemerdekaan |
collection |
DOAJ |
language |
Indonesian |
format |
Article |
sources |
DOAJ |
author |
Ari Sapto |
spellingShingle |
Ari Sapto KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya bandit, pelacur, seniman, perjuangan kemerdekaan |
author_facet |
Ari Sapto |
author_sort |
Ari Sapto |
title |
KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) |
title_short |
KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) |
title_full |
KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) |
title_fullStr |
KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) |
title_full_unstemmed |
KETERLIBATAN BANDIT, PELACUR DAN SENIMAN DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI JAWA TIMUR (1945-1950) |
title_sort |
keterlibatan bandit, pelacur dan seniman dalam perjuangan kemerdekaan di jawa timur (1945-1950) |
publisher |
Universitas Negeri Malang |
series |
Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya |
issn |
1979-9993 2503-1147 |
publishDate |
2018-12-01 |
description |
Bandit, pelacur dan seniman adalah kelompok sosial yang sering luput dari perhatian sejarawan. Mungkin karena posisi sosial mereka yang bukan elite. Dalam perkembangan Ilmu Sejarah yang mengarah pada demokratisasi, maka semua kelompok sosial dipandang memiliki peluang yang sama untuk ditulis sejarahnya. Dalam periode Revolusi Nasional Indonesia (1945-1950) untuk menghadapi keunggulan militer pihak Belanda, tentara Indonesia dipaksa untuk melakukan mobilisasi sumberdaya. Dalam konteks itu, bandit, pelacur dan seniman terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Kontribusi mereka tidak kecil, tetapi dalam suasana kajian sejarah yang berpihak pada elite, perannya seakan-akan terlupakan. Dalam perjuangan kemerdekaan di Jawa Timur bandit, pelacur dan seniman dimobilisasi dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Melalui berbagai peran yang sesuai dengan ”ketrampilan”nya memberi dukungan terhadap perjuangan. Resikonya tidak kecil, nyawa taruhannya, tetapi mereka rela melakukan. Ironisnya, perjuanggannya hanya tercatat dalam dokumen dan setelah kemerdekaan tercapai jasa-jasanya dilupakan.
Bandits, prostitutes, and artists are social groups that frequently ignored by the historians. Potentially their social position as non-elite class causes its marginalization. Hence, in the development of history as science that headed to democratization, all social groups are seen as having equal opportunities to write their history. Facing the superiority of Dutch military in the Indonesian National Revolution period (1945-1950), the Indonesian army was forced to mobilize all resources. In that context, bandits, prostitutes, and artists were involved in the struggle for independence. Their contribution is very important, but in an atmosphere of historical studies that highlight the elite, their role seems to be marginalized. The independence war in East Java records band of bandits, prostitutes and artists who were mobilized and utilized for various purposes. Through various roles in accordance with their "skills", it provides support for the independence. The duty were very risk to their lives, but they doing it voluntarily. Ironically, their heroism only recorded in the old archives and forgotten after independence.
DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um020v12i22017p128 |
topic |
bandit, pelacur, seniman, perjuangan kemerdekaan |
url |
http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/6164 |
work_keys_str_mv |
AT arisapto keterlibatanbanditpelacurdansenimandalamperjuangankemerdekaandijawatimur19451950 |
_version_ |
1725922317151764480 |