EKSISTENSI KAUM DIFABEL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Keberadaan kaum penyandang cacat tidak dapat dinafikan dan merupakan bagian dari kehidupan menusia. Berdasarkan teori ilmu sosial secara umum penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fisik, non fisik, dan ganda. Semua kelompok penyandang cacat ini bermuara kepada ketidakmampuan dan t...
Main Authors: | , , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | English |
Published: |
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
2017-12-01
|
Series: | Jurnal Ushuluddin |
Subjects: | |
Online Access: | http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/3916 |
Summary: | Keberadaan kaum penyandang cacat tidak dapat dinafikan dan merupakan bagian dari kehidupan
menusia. Berdasarkan teori ilmu sosial secara umum penyandang cacat dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu fisik, non fisik, dan ganda. Semua kelompok penyandang cacat ini bermuara kepada
ketidakmampuan dan tidak berfungsinya organ-organ fisik (panca indra) maupun non fisik. Pada
tataran realita para penyandang cacat masih sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dan stigma
negatif dari beberapa pihak. Tulisan ini berusaha untuk melihat bagaimana al-Qur’an berbicara
mengenai penyandang cacat serta eksistensinya dalam tatanan hukum dan sosial. Terminologi yang
digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan keberadaan penyandang cacat adalah adalah a’ma, akmah,
bukm, dan shum. Terdapat 38 ayat yang tersebar dalam 26 surat dalam al Qur’an. Dari jumlah
yang cukup banyak tersebut hanya ada lima ayat yang berbicara mengenai cacat fisik dan selebihnya
berbicara mengetani cacat non fisik. Dari tulisan ini dapat diketahui bahwa penyandang cacat menurut
al-Qur’an orang yang memiliki kecacatan fisik dan teologis. Dari segi keberadaannya, mereka adalah
sama dengan individu normal lainnya, baik dalam aspek hukum maupun sosial. Meskipun dalam
beberapa hal dan kondisi memiliki kekhususan sebagai bentuk perlindungan. |
---|---|
ISSN: | 1412-0909 2407-8247 |